Jumat, 29 Mei 2009

pemeriksaan GCS, fungsi serebral dan bahasa pada pasien stroke


1) Pemeriksaan Tingkat kesadaran : GCS : glasgow coma scale

1. Membuka mata

Secara spontan 4

Rangsangan suara 3

Rangsang nyeri 2

No respon 1

2. Verbal

Respon verbal tepat 5

Percakapan membingungkan 4

Kata-kata membentuk respon tidak tepat 3

Respon suara tak bermakna /mengerang 2

Tidak ada respon 1

3. Motorik

Melakukan perintah dg benar 6

Mengenali nyeri lokal 5

Menarik diri dari rangsang nyeri 4

Fleksi 3

Ekstensi 2

Tak ada respon 1

2) Fungsi serebral

(a) Fungsi serebelum

Periksa cara berjalan, koordinasi telunjuk-hidung, nistagmus, dan disdiadokokinesis

(b) Fungsi ekstrapiramidal

Periksa cara berjalan. tonus. cari adanya tremor, bradikinesia dan gerak distonik.

(c) Lobus temporal

Periksa ingatan dan pemahaman bahasa, tuli,.

(d) Lobus parietal

Periksa pengenalan benda, tugas-tugas seperti berpakaian, menggunakan sikat gigi, menulis, membaca. dan aritmatika. Disorientasi,

(e) Lobus oksipital

Periksa ketajaman penglihatan dan lapang pandang (catatan pada kebutaan oksipital, maka refleks cahaya pada pupil akan utuh).

(f) Lobus frontal

Periksa fungsi mental luhur, sensasi penghidu. afek, refleks primitif (menggenggam, mencucu. refleks palmo-mental) Adakah disinhibisi dan/atau perubahan kepribadian, gangguan penilaian, penampilan dan kebersihan, gangguan afek, proses berpikir, fungsi motorik.



3) Fungsi bahasa dan bicara


Catat kualitas suara, termasuk volume dan nada. Kaji artikulasi , kelancaran, dan tempo bicara . Anjurkan pasien untuk mengulang kata dan kalimat setelah anda menyebutkan nama objek. Catat kemampuan pasien melaksanakan perintah selama pengkajian. Instruksikan pasien untuk menuliskan nama, ulang tahun, dan contoh kalimat yang anda sebutkan.

(a) Disartria

Merupakan gangguan artikulasi, irama bicara akibat kelemahan otot bicara. Dpat disebabkan oleh amiotropik lateral, paralisis psedobulbuler, MG, adanya iskemik pada nukleus motorik dari CN X dan CN XII

(b) Disfonia

Gangguan vokalisasi sehingga terdengar parau, adanya lesi pada CN X

(c) Afasia

Terbagi dalam beberapa kelainan yaitu :

AFASIA

PATOFISIOLOGI

EKSPRESI

KARAKTERISTIK

Broca’s aphasia

Lesi motor korteks, area Broca

Ekspresi tidak fasih

Bicara lambat dan terputus-putus, pasien sulit untuk memilih dan mengatur kata. Nama, kata, dan pengulangan frase, menulis mengalami ganguan. Sukar untuk dimengerti secara komprehensif.

Wernicke’s aphasia

Lesi hemisfer kiri di area Wernicke

Reseptif fasih

Kerusakan pendengaran secara komprensif yang menjadi isi pembicaraan. Pasien tidak peduli dengan defisit yang ada. Penamaan mengalami kerusakan yang parah

Anomic aphasia

Lesi hemisfer kiri di area Wernicke

Amnesik fasih

Pasien tidak mampu menandai objek atau tempat.

Conduction aphasia

Lesi pada fasiculus arcuate, yang mana menyambung dan mengirim pesan antara area Broca dan Wernickes

Sentral fasih

Pasien sulit mengulang kata, mengganti bunyi kata tertentu dengan kata yang lain (mis : dork diganti fork).

Global aphasia

Lesi pada area frontal temporal

Campuran fasih

Lisan dan tulisan mengalami kerusakan yang parah : nama, pengulangan kata atau frase.

Transcortical sensori aphasia

Lesi pada perifer Broca dan area Wernickes

Fasih

Kerusakan dalam penamaan dan menulis.

Pengulangan kata dan kalimat lengkap.

Transcortical motor aphasia

Lesi pada anterior, superior atau lateral area Broca.

Tidak fasih

Lengkap secara keseluruhan. Penamaan dan kemampuan untuk menulis rusak. Pengulangan kata dan kalimat lengkap

Senin, 02 Maret 2009

Ketika musik menjadi alternatif peningkatan kognitif bagi pasien stroke


telah banyak penelitian yang mengkaitkan antara stress dan hipertensi.
Dalam kehidupan sehari-hari marah, cemas dan depresi terkadang, tanpa disadari timbul sedikit demi sedikit dan stimulus emosi negatif ini diterima oleh bagian otak kita , yang disebut sistem Limbik. Sistem Limbik yang terdiri dari Amigdala, Thalamus dan Hipothalamus ini berperanan sangat penting dan berhubungan langsung dengan sistem otonom maupun bagian otak penting lainnya. Karena hubungan langsung sistem Limbik dengan sistem otonom, jadinya bila ada stimulus emosi negatif yang langsung masuk dan diterima oleh sistem Limbik dapat menyebabkan berbagai gangguan seperti : gangguan jantung , hipertensi maupun gangguan saluran cerna. Tidak heran saat seseorang marah , maka jantung akan berdetak lebih cepat dan lebih keras dan tekanan darah dapat meninggi .
Stimulus emosi dari luar ini dapat langsung potong jalur masuk ke sistem Limbik tanpa dikontrol oleh bagian otak yang mengatur fungsi intelektual yang mampu melihat stimulus tadi secara lebih obyektif dan rasional. Hal ini menjelaskan kenapa seseorang yang sedang mengalami emosi kadang perilakunya tidak rasional. Permasalahan lain adalah pada beberapa keadaan seringkali emosi negatif seperti cemas dan depresi timbul secara perlahan tanpa disadari dan individu tersebut baru menyadari saat setelah timbul gejala fisik , seperti misalnya hipertensi. Jadinya dari uraian di atas, jelaslah bahwa pengobatan hipertensi tidak hanya mengandalkan obat-obat dari dokter maupun mengatur diet semata, namun penting pula untuk membuat tubuh kita selalu dalam keadaan rileks dengan memberikan stimulus emosi positif ke otak kita. Berbagai terapi telah diketahui dapat memberikan stimulus positif pada otak kita, seperti misalnya meditasi, yoga , maupun terapi musik. Berbeda dengan Yoga dan meditasi ,terapi musik lebih mudah diaplikasikan tanpa batasan apapun. Terapi musik telah banyak dibahas pada berbagai literatur medis. Penggunaan terapi musik sendiri sudah sudah dilakukan penelitian oleh seorang peneliti dari finlandia dan oleh peneliti indonesia, tetapi penggunaan musik perlu menjadi perhatian penting, apakah ciri dari reponden akan sama hasilnya dengan responden di negara lain mengingat budaya kultur yang berbeda. jika orang barat mengenal musik Mosart sebagai musik klasik lalu apakah musik tersebut dapat diterima ditelinga orang indonesia ?
Musik merupakan sebuah rangsangan pendengaran yang terorganisir yang terdiri dari melodi, ritme, harmoni, timbre, bentuk dan gaya. Musik memiliki kekuatan untuk mengobati penyakit dan ketidakmampuan yang dialami oleh tiap orang. Ketika musik diaplikasikan menjadi sebuah terapi, musik dapat meningkatkan, memulihkan, dan memelihara kesehatan fisik, mental, emosional, sosial, dan spiritual dari setiap individu. Intervensi dengan terapi musik dapat mengubah secara efektif ambang otak kita yang dalam keadaan stress menjadi secara fisiologis lebih adaptif. Musik tidak membutuhkan otak untuk berpikir maupun menginterpretasi, tidak pula dibatasi oleh fungsi intelektual maupun pikiran mental. Musik tidak pula memiliki batasan-batasan sehingga begitu mudah diterima organ pendengaran kita dan melalui saraf pendengaran diterima dan diartikan di otak dan musik dapat masuk langsung ke otak emosi kita atau sistem limbik . Musik dapat pula beresonansi dan bersifat naluriah , sehingga musik masuk otak kita tanpa jalur kognitif. Lebih jauh lagi yang terpenting adalah terapi musik tidak membutuhkan panduan fungsi intelektual tinggi untuk berjalan efektif.
Semua jenis musik sebenarnya dapat digunakan sebagai terapi musik. Seperti lagu-lagu relaksasi , lagu popular maupun lagu / musik klasik. Namun anjurannya adalah memilih lagu dengan tempo sekitar 60 ketukan / menit yang bersifat rileks , karena apabila terlalu cepat maka secara tidak sadar stimulus yang masuk akan membuat kita mengikuti irama tersebut , sehingga keadaan istirahat yang optimal tidak tercapai.Musik klasik seringkali menjadi acuan untuk terapi musik ini. Di antara musik klasik yang sering menjadi acuan adalah : karya Mozart , karena hampir semua karya Mozart memiliki nada-nada dengan frekuensi tinggi, rentang nada begitu luas dan tempo yang dinamis.
Terapi musik dan HipertensiBelakangan ini pembelajaran dari neuroimaging menemukan korelasi saraf dari proses dan persepsi akan musik. Rangsangan musik tampak mengaktivasi jalur-jalur spesifik di dalam beberapa area otak, seperti sistem Limbik yang berhubungan dengan perilaku emosional.
Dengan mendengarkan musik , sistem Limbik ini teraktivasi dan individu tersebut pun menjadi rileks. Saat keadaan rileks inilah tekanan darah menurun. Jadinya tidak hanya obat Prozac ( antidepresi) saja, yang dapat bekerja di sistem Limbik, namun juga terapi musik. Selain itu pula alunan musik dapat menstimulasi tubuh untuk memproduksi molekul yang disebut nitric oxide (NO). Molekul ini bekerja pada tonus pembuluh darah sehingga dapat mengurangi tekanan darah.
Berbagai penelitian yang dilakukan di India maupun Italia menunjukkan efektivitas terapi musik untuk mengurangi nyeri, kecemasan maupun hipertensi. Pada penelitian di Italia menunjukkan kelompok penderita hipertensi yang sedang minum obat antihipertensi bila diikuti dengan mendengarkan musik klasik 30 menit / hari disertai dengan latihan nafas perut selama satu bulan menunjukkan penurunan tekanan darah yang bermakna dibandingkan dengan kelompok pasien yang hanya mengandalkan obat antihipertensi. Selain itu pula Penelitian lain pada pasien yang akan menjalani tindakan endoskopi atau peneropongan organ pencernaan , terbukti dengan terapi musik dapat mengurangi kecemasan dan terapi musik dapat membuat pasien lebih rileks dengan hasil akhir memberikan efek positif terhadap detak jantung maupun laju nafas.
Dalam kehidupan sehari-hari , emosi negatif seperti : amarah, cemas dan depresi terkadang, tanpa disadari timbul sedikit demi sedikit dan stimulus emosi negatif ini diterima oleh bagian otak kita , yang disebut sistem Limbik. Sistem Limbik yang terdiri dari Amigdala, Thalamus dan Hipothalamus ini berperanan sangat penting dan berhubungan langsung dengan sistem otonom maupun bagian otak penting lainnya. Karena hubungan langsung sistem Limbik dengan sistem otonom, jadinya bila ada stimulus emosi negatif yang langsung masuk dan diterima oleh sistem Limbik dapat menyebabkan berbagai gangguan seperti : gangguan jantung , hipertensi maupun gangguan saluran cerna. Tidak heran saat seseorang marah , maka jantung akan berdetak lebih cepat dan lebih keras dan tekanan darah dapat meninggi .
Stimulus emosi dari luar ini dapat langsung potong jalur masuk ke sistem Limbik tanpa dikontrol oleh bagian otak yang mengatur fungsi intelektual yang mampu melihat stimulus tadi secara lebih obyektif dan rasional. Hal ini menjelaskan kenapa seseorang yang sedang mengalami emosi kadang perilakunya tidak rasional. Permasalahan lain adalah pada beberapa keadaan seringkali emosi negatif seperti cemas dan depresi timbul secara perlahan tanpa disadari dan individu tersebut baru menyadari saat setelah timbul gejala fisik , seperti misalnya hipertensi. Jadinya dari uraian di atas, jelaslah bahwa pengobatan hipertensi tidak hanya mengandalkan obat-obat dari dokter maupun mengatur diet semata, namun penting pula untuk membuat tubuh kita selalu dalam keadaan rileks dengan memberikan stimulus emosi positif ke otak kita. Berbagai terapi telah diketahui dapat memberikan stimulus positif pada otak kita, seperti misalnya meditasi, yoga , maupun terapi musik. Berbeda dengan Yoga dan meditasi ,terapi musik lebih mudah diaplikasikan tanpa batasan apapun. Terapi musik telah banyak dibahas pada berbagai literatur medis. Penggunaan terapi musik sendiri sudah dimulai setelah Perang Dunia I, ketika itu para pelaku terapi hanya sekelompok pemusik dan digunakan untuk mengobati para veteran yang memiliki trauma perang baik mental maupun fisik dari perang tersebut. Setelah Perang Dunia II, terapi musik dikembangkan secara intensif pada rumah sakit di Amerika kemudian di daratan Eropa .
Musik merupakan sebuah rangsangan pendengaran yang terorganisir yang terdiri dari melodi, ritme, harmoni, timbre, bentuk dan gaya. Musik memiliki kekuatan untuk mengobati penyakit dan ketidakmampuan yang dialami oleh tiap orang. Ketika musik diaplikasikan menjadi sebuah terapi, musik dapat meningkatkan, memulihkan, dan memelihara kesehatan fisik, mental, emosional, sosial, dan spiritual dari setiap individu. Hal ini dikarenakan, musik memiliki beberapa kelebihan, seperti musik bersifat universal, Nyaman dan menyenangkan, berstruktur. Perlu diingat bahwa banyak dari proses dalam hidup kita berakar dari irama. Sebagai contoh, nafas kita, detak jantung, dan pulsasi semuanya berulang dan berirama.
Intervensi dengan terapi musik dapat mengubah secara efektif ambang otak kita yang dalam keadaan stress menjadi secara fisiologis lebih adaptif. Musik tidak membutuhkan otak untuk berpikir maupun menginterpretasi, tidak pula dibatasi oleh fungsi intelektual maupun pikiran mental. Musik tidak pula memiliki batasan-batasan sehingga begitu mudah diterima organ pendengaran kita dan melalui saraf pendengaran diterima dan diartikan di otak dan musik dapat masuk langsung ke otak emosi kita atau sistem limbik . Musik dapat pula beresonansi dan bersifat naluriah , sehingga musik masuk otak kita tanpa jalur kognitif. Lebih jauh lagi yang terpenting adalah terapi musik tidak membutuhkan panduan fungsi intelektual tinggi untuk berjalan efektif.
Semua jenis musik sebenarnya dapat digunakan sebagai terapi musik. Seperti lagu-lagu relaksasi , lagu popular maupun lagu / musik klasik. Namun anjurannya adalah memilih lagu dengan tempo sekitar 60 ketukan / menit yang bersifat rileks , karena apabila terlalu cepat maka secara tidak sadar stimulus yang masuk akan membuat kita mengikuti irama tersebut , sehingga keadaan istirahat yang optimal tidak tercapai.Musik klasik seringkali menjadi acuan untuk terapi musik ini. Di antara musik klasik yang sering menjadi acuan adalah : karya Mozart , karena hampir semua karya Mozart memiliki nada-nada dengan frekuensi tinggi, rentang nada begitu luas dan tempo yang dinamis.
Terapi musik dan HipertensiBelakangan ini pembelajaran dari neuroimaging menemukan korelasi saraf dari proses dan persepsi akan musik. Rangsangan musik tampak mengaktivasi jalur-jalur spesifik di dalam beberapa area otak, seperti sistem Limbik yang berhubungan dengan perilaku emosional. Dengan mendengarkan musik , sistem Limbik ini teraktivasi dan individu tersebut pun menjadi rileks. Saat keadaan rileks inilah tekanan darah menurun. Jadinya tidak hanya obat Prozac ( antidepresi) saja, yang dapat bekerja di sistem Limbik, namun juga terapi musik. Selain itu pula alunan musik dapat menstimulasi tubuh untuk memproduksi molekul yang disebut nitric oxide (NO). Molekul ini bekerja pada tonus pembuluh darah sehingga dapat mengurangi tekanan darah.
jadi sebenarnya tidak semua penderita hipertensi mengandalkan obat dokter maupun diet saja, tidak ada salahnya pula memberi kesempatan tubuh anda untuk rileks dengan mendengarkan lagu-lagu klasik maupun lagu-lagu favorit anda. Biarkan musik mengalun dan memberikan efek emosi positif pada otak anda.

ditulis oleh :
Mohamad Judha
( Staf Keperawatan Universitas Respati Jakarta )