Jumat, 05 Desember 2008

KONSEP DASAR KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

I. PENGERTIAN

A.Pasien Gawat Darurat
Pasien yang tiba-tiba berada dalam keadaan gawat atau akan menjadi gawat dan terancam nyawanya atau anggota badannya (akan menjadi cacat) bila tidak mendapat pertolongan secepatnya.

B.Pasien Gawat Tidak Darurat
Pasien berada dalam keadaan gawat tetapi tidak memerlukan tindakan darurat, misalnya kanker stadium lanjut.

C.Pasien Darurat Tidak Gawat
Pasien akibat musibah yang datag tiba-tiba, tetapi tidak mêngancam nyawa dan anggota badannya, misanya luka sayat dangkal.


D.Pasien Tidak Gawat Tidak Darurat
Misalnya pasien dengan ulcus tropiurn, TBC kulit, dan sebagainya.

E.Kecelakaan (Accident)
Suatu kejadian dimana terjadi interaksi berbagai factor yang datangnya mendadak, tidak dikehendaki sehinga menimbulkan cedera (fisik. mental, sosial)
Kecelakaan dan cedera dapat diklasifikasikan menurut :
1.Tempat kejadian
a.kecelakaan lalu lintas,
b.kecelakaan di lingkungan rumah tangga ;
c.kecelakaan di lingkungan pekerjaan ;
d.kecelakaan di sekolah;
e.kecelakaan di tempat-tempat umum lain seperti halnya: tepat rekreasi, perbelanjaan, di
arena olah raga. dan lain-lain.
2.Mekanisme kejadian
Tertumbuk, jatuh, terpotong, tercekik oleh benda asing. tersengat, terbakar baik karena efek kimia, fisik maupun listrik atau radiasi.
3.Waktu kejadian :
a.waktu perjalanan (traveling/trasport time):
b.waktu bekerja, waktu sekolah, waktu bermain dan lain- lain

F.Cedera
Masalah kesehatan yang didapat/dialami sebagai akibat kecelakaan.

G.Bencana
Peristiwa atau rangkaian peritiwa yang disebabkan oleh alam dan atau manusia yang mengakibatkan korban dan penderitaan manusia. kerugian harta benda, kerusakan Iingkungan, kerusakan sarana dan prasarana umum serta menimbulkan gangguan terhadap tata kehidupan dan penghidupan masyarakat dan pembangunan nasional yang memerlukan pertolongar. dan bantuan.

II. PENANGGULANGAN PENDERITA GAWAT DARURAT (PPGD)

A.Tujuan
1.Mencegah kematian dan cacat (to save life and limb) pada periderita gawat darurat, hingga
dapat hidup dan berfungs kembali dalarn masyarakat sebagaimana mestinya.
2.Merujuk penderita . gawat darurat melalui sistem rujukan untuk memperoleh penanganan
yang Iebih memadai.
3.Menanggulangi korban bencana.

B.Prinsip Penanggulangan Penderita Gawat Darurat
Kematian dapat terjadi bila seseorang mengalami kerusakan atau kegagalan dan salah satu sistem/organ di bawah ini yaitu :
1.Susunan saraf pusat
2.Pernapasan
3.Kardiovaskuler
4.Hati
5.Ginjal
6.Pancreas

Kegagalan (kerusakan) sistem/organ tersebut dapat disebabkan oleh:
1.Trauma/cedera3
2.lnfeksi
3.Keracunan (poisoning)
4.Degenerasi (failure)
5.Asfiksi
6.Kehilangan cairan dan elektrolit dalam jumlah besar (excessive loss of wafer and electrolie)
7.Dan lain-lain.

Kegagalan sistim susunan saraf pusat, kardiovskuler, pernapasan dan hipoglikemia dapat menyebabkan kematian dalam waktu singkat (4-6 menit). sedangkan kegagalan sistim/organ yang lain dapat menyebabkan kematian dalam waktu yang lebih lama.
Dengan demikian keberhasilan Penanggulangan Pendenta Gawat Darurat (PPGD) dalam mencegah kematian dan cacat ditentukan oleh:
1.Kecepatan menemukan penderita gawat darurat
2.Kecepatan meminta pertolongan
3.Kecepatan dan kualitas pertolongan yang diberikan
a.ditempat kejadian
b.dalam perjalanan kerumah sakit
c.pertolongan selanjutnya secara mantap di Puskesmas atau rumah sakit

III. SISTEM PENANGGULANGAN PENDERITA GAWAT DARURAT
A.Tujuan
Tercapainya suatu pelayanan kesehatan yang optimal, terarah dan terpadu bagi setiap anggota masyarakat yang berada daam keadaan gawat darurat.
Upaya pelayanan kesehatan pada penderita gawat darurat pada dasarnya mencakup suatu rangkaian kegiatan yang harus dikembangkan sedemikian rupa sehingga mampu mencegah kematian atau cacat yang mungkin terjadi.
Cakupan pelayanan kesehatan yang perlu dikembangkan meliputi:
1.Penanggulangan penderita di tempat kejadian
2.Transportasi penderita gawat darurat dan tempat kejadian kesarana kesehatan yang lebih
memadai.
3.Upaya penyediaan sarana komunikasi untuk menunjang kegiatan penanggulangan penderita
gawat darurat.
4.Upaya rujukan ilmu pengetahuan,pasien dan tenaga ahli
5.Upaya penanggulangan penderita gawat darurat di tempat rujukan (Unit Gawat Darurat dan
ICU).
6.Upaya pembiayaan penderita gawat darurat.

B.Komponen Sistem Penanggulangan Penderita Gawat Darurat
1.Komponen Pra Rumah Sakit (Luar R.S.)
a.Upaya Peningkatan Pengetahuan dan Keterampilan Orang Awam dan Petugas Kesehatan (Sub
Sistem Ketenagaan).
Pada umumnya yang pertama menemukan penderita gawat darurat di tempat musibah adalah masyarakat yang dikenal dengan istllah orang awam. Oleh karena itu, sangatlah bermanfaat sekali bila orang awam diberi dan dilatih pengetahuan dan keterampilan dalam penanggulangan penderita gawat darurat.
1)Klasifikasi orang awam:
Ditinjau dan segi peranan dalam masyaakat orang awam dibagi 2 (dua) golongan.
a)Golongan awam biasa antara lain:
(1)guru-guru
(2)pelajar
(3)pengemudian kendaraan bermotor
(4)ibu-ibu rumah tangga
(5)petugas hotel, restoran dan lain-lain.

b)Golongan awam khusus antara lain:
(1)anggota polisi
(2)petugas Dinas Pemadam Kebakaran
(3)satpam/hansip
(4)petugas DLLAJR
(5)petugas SAR (Search and Rescue)
(6)anggota pcamuka (PMR)

Kemampuan Penanggutangan Pendenta Gawat Darurat (Basic Life Support) yang harus dimiliki oleh orang awam
(1)cara meminta pertolongan
(2)resusitasi kardiopulmuner seoerhana
(3)cara menghentikan perdarahan
(4)cara memasang balut/bidai
(5)cara transportasi penderita gawat darurat

Anak-anak lebih mudah menerima pelajaran penanggulangan penderita gawat darurat, terutama kalau dimasukkan dalam kurikulum pendidikan. Anak-anak akan menjadi dewasa dan pengetahuan ini akan tetap dimiknya.
Kernampuan yang harus dimiliki oleh orang awam khusus antara lain:
(1)Kemampuan penanggulangan pendenta gawat darurat seperti orang awam (Basic Life
Support) ditambah.
(2)Kemampuan menanggulangai keadaan gawat darurat sesuai bidang pekerjaannya.

2)Tenaga perawat/paramedis
Di samping pengetahuan dasar keperawatan yang telah dimiliki oleh perawat, mereka harus rnemperoleh tambahan pengetahuan penanggulangan penderita gawat darurat (Advance Life Support) termasuk PHTLS dan PHCLS untuk melanjutkan pertolongan yang sudah diberikan.
Kernampuan PPGD yang harus dimiliki tenaga pararnedik adalah:
a)Untuk sistem pernapasan
(1)mengenal adanya sumbatan jalan napas
(2)membebaskan jalan napas .(orapharyngeal air way) sampai dengan intubasi endotracheal
(3)memberikan napas buatan
(a)pernapasan mulut ke mulut
(b)dengan resusitator manual dan otomatik
(4)melakukan resusitasi kardiopulmuner
b)Untuk sistim sirkulasi (jantung)
(1)mengenal aritmia jantung, shok, infark jantung
(2)memberi pertolongan pertama pada aritmia. infrak jantung
(3)membuat rekaman jantung (EKG)
c)Untuk sistim vaskuler
(1)menghentikan perdarahan
(2)memasang infus/transfusi
(3)merawat infus-infus CVP
d)Untuk sistim saraf
(1)mengenal koma dan memberi pertolongan pertama
(2)memberikan pertolongan pertama pada trauma kepada
(3)mengenal stroke dan memberi pertolongan pertama
Kemampuan a) + b) + C) + d) dalam penanggulangan pra rumah sakit yaitu Pre Hospital Trauma Life Support (PHTLS) dan Pie Hospital Cardiac Life Support (PHCLS)
e)Untuk sitim imunologi
(1)mengenal renjatan/shock anafilaksis
(2)memberikan pértolongan pertama pada shock
f)Untuk sisfim gastro intestional
(1)mampu – rnerawat/mempersiapkan operasi pada penderita dengan akut abdomen.
g)Untuk sistem skeletal
(1)mengenal patah tulang
(2)mampu memasang bidai
(3)mampu mentransportasi penderita dengan patah tulang (tungkai dan tulang punggung)
h)Untuk sistim kulit
(1)memberikan pertololidan pertama pada luka
(2)memberikan pertolongan pada iuka bakar

i)Untuk sistim reproduksi
(1)mampu melayani persalinan
(2)memberikan pertolongan pertama pada keadaan darurat obstetri-ginekologi

j)Untuk FarmakologilToksikologi
(1)mampu memberikan pertolongan pertama pada keracunan
(2)mampu memberikan pertolongan pertama pada penyalahgunaan obat
(3)mampu membenkan pertotongan pertama pada gigitan binatang

k)Untuk Organisasi
(1)mengetahui sistim penanggulangan pendenta gawat darurat
(2)mengetahui sistirn penanggulangan korban bencana di rumah sakit dan kota tempat
bekerja

3)Tenaga Medis (Dokter Umum)
Di samping pengetahuan medis yang telah dikuasai, dokter umum perlu mendapat pengetahuan dan keterampian tambahan agar mampu menanggulangi penderita gawat darurat.
Kemampuan yang harus dimiliki adalah:
a)Untuk sistim pemapasan
(1)mengenal adanya sumbatan jalan napas
(2)membebaskan jalan napas (oropharyngeal air way)
(a)intubasi endotracheal
(b)melakukan tricothyroidectomi
(3)melakukan resusitasi kardiopulmoner (ABCD) dan memberikan obat-obatan yang perlu.
b)Untuk sistimsirkulasi
(1)mengenal aritmia jantung
(2)memberikan pertolongan pertama pada antmia
(3)mengenal infark jantung
(4)memberikan pertolongan pertama pada penderita infark miokard (DC)
(5)membuat/membaca EKG
(6)menangguangi renjatan/syok.
c)Untuk sistim vaskuler
(1)menghentikan perdarahan
(2)memberikan transfusi darah dan terapi cairan/elektiolit
(3)memesan/membaca dan merawat CVP
d)Untuk sistim saraf
(1)menegakkan diagnosa/diagnosa diferensial koma dan kelainan darurat sistim saraf Pusat
(2)mengetahui pemeriksaan-pemeriksaan yang diperlukan pada keadaan koma, keadaan
darurat SPP a)+ b) + c) + d) adaah kernampuan ATLS dan ACLS
e)Untuk sistim imunologi
(1)menanggulangi keadaan alergi akut
(2)menanggulangi keadaan renjatan/syok anaftlaksis

f)ntuk sistim kulit
(1)mengenat berbagai jenis luka
(2)mampu menanggulangi berbagai perlukaan
g)Untuk sistim gastrointestinal
(1)mendiagnosis akut abdomen
(2)menanggulangi akut abdomen (memasang nasogastric tube)
h)Untuk sistim skeletal
(1)mengenal dan mendiagnosis patah tulang
(2)memasang bidai
(3)merigetahui cara pengangkutan penderita dengan fraktur/patah tulang.
(4)merawat patah tulang secara konservatif

i)Untuk sistim reproduksi
(1)mengenal kelainan darurat obstetri/ginekologi
(2)memberikan pertolongan pertama dan pengobatan pada keadaan darurat obstetri/ginekologi

j)Mengenal gagal hati, gagal ginjal, gagal pankreas dan mampu menanggulangi koma.

k)Untuk farmakologi/toksikologi
(1)mengenal keadaan penyalahgunaan obat/keracunan/ gigitan binatang
(2)membenkan pertolongan pertama pada penyalahgunaan obat/ keracunan /gigitan binatang

l)Untuk organisasi
(1)mengetahui sistim penanggulangan pendenta gawat darurat
(2)mengetahui sistim penanggulangan korban bencana di rumah sakit dan Rota tempat bekerja.

Dalam memasyarakatkan penanggulangan penderita gawat darurat yang penting adalah:
(1)semua pusat pendidikan penanggulangan penderita gawat darurat mempunyai kurikulum yang sama.
(2)mempunyai sertifikat dan lencana tanda lulus yang sama.

Dengan demikian instansi manapun yang menyelenggarakan pendidikan penangulañgan pendenta gawat darurat, para siswa akan mempunyai kemampuan yang sama. Lencana akan memudahkan mereka memberikan pertolongan dalam keadaan sehari-han maupun bila ada bencana.

b.Upaya Pelayanan Transportasi Penderita Gawat Darurat (Sub Sistim Transportasi).
1)Tujuan
Memindakan penderita gawat darurat dengan aman tanpa memperberat keadaan penderita ke sarana kesehatan yang memadai.

2)Sarana transportasi terdiri dari
a)kendaraan pengangkat
b)peralatan medis dan non medis
c)petugas (tenaga medi/paramedis)
d)obat-obatan life saving dan life support

3)Persyaratan yang harus dipenuhi untuk transportasi pendenita gawat darurat
a)sebelum diangkat
(1)gangguan pernapasan dan kardiovaskuler telah ditanggulangi
(2)perdarahan telab dihentikan
(3)luka-luka telah ditutup
(4)patah tulang tetah difiksasi
b)selama perjalanan harus sealu diperhatikan dan dimonitor
(1)kesadaran
(2)pemapasan
(3)tekanan darah
(4)denyut nadi
(5)keadaan luka

4)Sesuai dengan keadaan geografis di Indonesia yang terdri dan ribuah pulau, maka
jenis kendaraan yang dapat digunakan pada umumnya adalah:
a)Kendaraan Darat
(1)Angkutan trandisional
(a)kereta kuda/lembu
(b)tandu/digotong
(2)Angkutan modern
(a)kendaraan umum roda empat: berupa trauk dan pic up station”, kereta api dll
(b)kendaraan roda tiga: berupa bemo, bajaj, beca dan lain-lain.
(c)kendaraan khusus untuk penderita yaitu ambulan darat

b)Kendaraan laut
(1)angkutan tradisional
(a)perahu
(b)rakit
(2)angkutan modern
(a)kapal, perahu motor
(b)ambulan laut
c)Kendaraãn udara (ambulans udara)

5)Ambulans (Kendaraan Pelayanan Medik)
a)Ambulan darat
(1)Fungsi ambulans darat secara umurn adalah
(a)alat untuk transportasi penderita (200 km)
(b)sebagai sarana kesehatan untuk menangguIang penderita gawat darurat di tempat
kejadian
(c)sebagai rumah sakit lapangan pada penanggulangan penderita gawat darurat dalam
keadaan bencana
(2)Klasifikasi ambulans sesual fungsinya sebagai berikut
(a)ambulans transportasi
(b)ambulans gawat darurat
(c)ambulans rumah sakit lapangan
(d)ambulans pelayanan medik bergerak
(e)kereta jenazah

Tujuan penggunaan. persyaratan kendaraan secara teknis, medis dan kebutuhan tenaga pengelota lihat lampiran 1
b)Ambulans Air
Sama dengan ambulans darat
c)Ambulans Udara
(1)Fungsi ambulans udarata adalah
Sebagai alat angkut udara penderita gawat darurat dan lokasi kejadian ke rumah sakit
(2)Jenis pesawat udara yang digunakan sebagai ambulans udara adalah:
(a)jenis Rotary Wing (helikopter — 500 km)
(b)jenis Fixed Wing (sayap letap — tak terbatas)

Helikopter dibagi dalam 2 jenis
(a)helikopter kecil (3-5 tempat duduk + 1-2 tandu.)
(b)helikopter besar (7-15 tempat duduk + lebih 2 tandu)

untuk peralatan, personi dan persyaratan Iainnya lihat lampiran II.

c.Upaya Pelayanan Komunikasi Medik untuk Penangguangan Penderjta Gawat Darurat
Pada dasarnya petayanan komunikasi di sektor kesehatan terdin dan:
1)Komunikasi kesehatan
Sistim kornunikasi ini digunakan. untuk menunjang pelayanan kesehatan di bidang administratip
2)Komunikasi medis
Sistim komunikasi ini digunakan untuk menunjang petayanan kesehatan di bidang teknis-rnedis.
a)Tujuan
Untuk mempermudah dan mempercepat penyampaian dan penerimaan informasi datam rnenanggulangi penderita gawat darurat.
b)Fungsi komunikasi medis dalam penanggulangan penderita gawat darurat adalah:
(1)Untuk memudahkan masyarakat daarn meminta pertolongan kesarana kesehatan (akses kedalam sistim GD)
(2)Untuk mengatur dan membimbing pertolongan medis yang diberikan di (empat kejadian dan selama perjalanan kesarana kesehatan yang lebih memadai.
(3)Untuk mengatur dan memonitor rujukan penderita gawat darucat dan puskesmas ke rumah sakit atau antar rumah sakit.
(4)Untuk mengkooidinir pei I inçJgua igan ii tedik korban bencana.

d.Jenis Komunikasi
Teknologi komunikasi di Indonesia telah berkembang pesat dan sernakin modern, namun demikian sarana komunikasi medis belum sepenuhnya menjangkau dan dikembangkan di seluruh pelosok tanah air. Oleh karena itu, jenis komunikasi dalam penanggulangan penderita gawat darurat dapat berupa:
1)Komunikasi tradisionil
a)kentongan
b)beduk
c)trompet
d)kurir/mulut ke mulut
2)Komunikasi modern
a)telepon/telepon gengçjam
b)radio komunikasi
c)teleks/telegram
d)facsimile
e)komputer
f)telemetri (EKG data transrnision)

e.Sarana Komunikasi
Yang dimaksud dengan sarana kornunikasi adalah berupa:
1)Sentral komunikasi (Pusat konunikasi)
a)Fungsi Pusat Komunikasi
(1)Mengkoordinir penanggulangan penderita gawat darurat mulai dari tempat kejadian sampai ke sarana kesehatan yang sesuai (rumah sakit) yaitu dengan:
(a)menerma dan nenganalisa permintaan pertolongan
(b)mengatur ambuians terdekat ke tempat kejadian
(c)menghubungi rumah sakit terdekat untuk mengetahui fasilitas yang tersedia (tempat tidur kosong) pada saat itu yang dapat diberikan untuk penderita gawat darurat
(d)Mengatur/memonitor rujukan penderita gawat da rurat.
2)Menjadi pusat komando dan mengkoordinasi penanggulangan medis korban bencana.
3)Berhubungan dengan sentral komunikasi medis dari kota lain, instansi lain dan katau perlu dengan negara lain.
4)Dapat diambil aTih oleh aparat keamanan (ABRI) bila negara berada dalam keadaan darurat (perang)
b)Syarat-syarat sentral komunikasi
(1)Harus mempunyai nomor telepon khusus (sebaiknya 3 digit).
(2)Mudah dihubungi dan memberikan pelayanan 24 jam sehari
(3)Dilayani oleh tenaga medis atau paramedis perawatan yang trampil dan berpengalaman.
c)Syarat alat sentral komunikasi
(1)Telepon
(2)Radio komunikasi
(3)Teleks/facsimile
(4)Komputer bila diperlukan
(5)Tenaga yang trampil dan komunikatif
(6)Konsulen medis yang menguasai masalah kedaruratan medis.

2) Jaringan kómunikasi

Agarahasia medis setiap penderita tetap terjamin, maka tenaga untuk keperluan komunikasi seyogianya adalah tenaga medis atau paramedis perawatan yang telah dididik dalam bidang penanggulangan penderita gawat darurat bidang komunikast.

2.Komponen Intra Rumah Sakit (dalam R.S.)
a.Upaya Pelayanan Penderita Gawat Darurat di Unit Gawat Darurat Rumah Sakit (Sub-Sistim Pelayanan Gawat Darurat)

Seringkah Puskesmas berperan sebagal pos terdepan dalam rnenangguangi penderita seb&uin mempeoeh penanganan yang memadai di rumah sakit.

Oleh karena itu Puskesmas dalam wilayah kerja tertentu harus buka 24 jam dan mampu dalam hal:
1)Melakukan resusitasi dan life support’
2)Melakukan rujukan penderita-penderita gawat darurat sesuai dengan kemampuan
3)Menampung dan menanggulangi korban bencana
4)Melakukan komunikasi dengan pusat komunikasi dan rumah sakit rujukan.
5)Menanggulangi ‘false. emergency’ oaik medikal dan surgikal (bedah minor)

Puskesmas tersebut harus dilengkapi dengan:
1)Laboratorium untuk menunjang diagnostik
Seperti: Hb, Ht, leukosit, urine dan gula darah
2)Tenaga: 1 dokter umum dan paramedis (2-3 orang pararnedis yang sudah mendapat pendidikan tertentu dalam PPGD)

Rumah Sakit merupakan terminal teraknhr dalam menanggulangi penderita gawat darurat. OIeh karena itu fasilitas rumah sakit. khususnya unit gawat darurat harus dilengkapi sedemikian rupa sehingga mampu menanggulangi penderita gawat darurat (“to save life and limb”).

Unit Gawat Darurat merupakan salah satu unit di rumah sakit yang memberikan pelayanan kepada penderita gawat darurat dan merupakan bagian dari rangkaian upay oenanqcutanqan penderita gawat darurat yang pertu diorganisir.

Tidak semua rumah sakit harus mempunyai bagian gawat darurat yang lengkap dengan tenaga memadai dan peralatan canggih. karena dengan demikian akan terjadi penghamburan dana dan sarana. Oleh karena itu pengembangan unit gawat darurat harus memperhatikan 2 (dua) aspek yaitu:
1)Sistim rujukan penderita gawat darurat
2)Beban kerja rumah sakit dalam menanggulangi penderita gawat da rurat

Dengan memperhatikan kedua aspek tersebut. maka kategorisasi (akreditasi) unit gawat darurat tidak selalu sesuai dengan kelas rumah sakit yang bersangkutan. Rumah Sakit tertentu dapat mengembangkan unit gawat darurat dengan kategorisasi yang lebih tinggi atau Iebih rendah dan kelas rumah sakit tersebut. Kategoñsasi/akreditsi Unit Gawa Darurat (lihat lampiran III)

Pedoman Pengembangan Pelayanan Gavwat Darurat di Rumah Sakit
1)Tujuan
Suatu Unit Gawat Darurat (UGD) harus mampu memberikan pelayanan dengan kwalitas tinggi pada masyarakat dengan problim medis akut.
Interpretasi:

Harus mampu
a)mencegah kematian dan cacat
b)melakukan rujukan
c)menanggulangi korban hencana
Kriteria:
a)Unit Gawat Darurat haru buka 24 jam
b)Unit Gawat Darurat juga hams melayani penderita-penderita “false emergency” tetapi tidak boleh menganggu/mengurangi mutu pelayanan penderita-penderita Gawat Darurat
c)Unit Gawat Darurat sebaiknya hanya melakukan rpmary care”.
Sedangkan “definitive care” dilakukan ditempat lain dengan cara.kerjasama yang baik.
d)Unit Gawat Darurat harus meningkatkan mutu personalia maupun masyarakat sekitarnya dalam penanggulangan penderita gawat darurat (PPGD).
e)Unit Gawat Darurat hams melakukan riset guna meningkatkan mutu/kwalitas pelayanan kesehatan masyarakat sekitarnya
2)Organisasi, Administrasi, Catatan Medis
Unit Gawat Darurat harus mernenuhi kebutuhan masyarakatdalam Penanggutangan Pendenta Gawat Darurat dan dikelola sedemikian rupa sehingga terjalin kerjasama yang hrmons dengan unit-unit dan instalasi-instalasi lain dalam rumah sakit.

Kriteria:
a)Seorang petugas medis harus menjadi penanggung jawab Unit Gawat Darurat
Interpretasi:
Petugas medis mi dapat seorang dokter ahli. dokter umum maupun perawat, tergantung pada klas rumah sakit. Yang penting ialah:
(1)Tertarik/mempunyai perhatian khusus dalam bidang kedokteran gawat darurat;
(2)mempunyai kemampuan memimpin; dan
(3)ia harus dibantu oleh perwakilan unit-unit lain yang bekerja di Unit Gawat Darurat.

b)Harus ada seorang perawat ldokter yang menjadi penanggung jawab harian.
interpretasi:
Ia bertanggung jawab atas mutu pelayanan pada hari itu.

c)Harus ada kerjasama yang saling menunjang antar Unit Gawat Darurat dengan:
(1)unti-unti dan instalasi-instalasi lain di rumah sakit
(2)ambulans servis.(tipe 118)
(3)dokter-dokter yang berpraktek / tinggal di sekitarnya
(4)puskesmas-puskesmas di sekitar
(5)dan instansi kesehatan lainnya.

d)Harus mempunyai peranan inti dalam:
(1)Disaster planning” rumah sakit maupun kota dimana dia berada
(2)penanggulangan penderita gawat darurat di rurnah sakitnya sendin dilengkapi dengan Unit Perawatan Intensip (ICU)

e) Semua personalia unit gawat darurat mengenal dan menghayati sistirn penanggulangan penderita gawat darurat d unitnya maupun penangguangan penderita gawat darurat nasionat.
Semua petugas balk medis maupun pararnedis harus seIau memperhatikan:
(1)sopan santun
(2)hak dan rahasia medis penderita
(3)waktu menunggu tindakan medis
(4)kebutuhan rohani penderita
(5)kerjasama dan disipin kerja mempunyai prioritas yang tinggi.
f) Sernua penderita yang masuk unit gawat darurat harus jelas identitasnya. Interpretasi:
(1)Biodata dan kelengkapan administrasi
(2)Catatan medis yang baik
(3)Kalau penderita tak dikenal/tak ada keluarga yang mengantar harus diusahakan semaksirnum mungkin untuk mencari dan menahubungi keluarga.

g) Semua penderita yang datang ke unit gawat darurat harus melalu: “Triage Otficer.
Interpretasi:
Triage adalah sistim:
(1) Seleksi problim seorang enderita (dalam keadaan sehari-hari)
(2) Seleksi pendenta (dalam Keadaan bencana)

Triage diakukan oleh orang yang paling berpengaarnan dan harus dapat menentukan organ mana tergangg. dan dapat menyebabkan kematian dan menentukan penanggulangannya. Triage otficer dapat seorang dokter ahhl, dokter umum ataupun perawat sesuai dengan kelas atau kebijaksanaan rumah sakit.

h) Unit Gawat Darurat atau Rurnah Sakit clengan pelayanan terbatas harus mempunyai sistem rujukan yang jelas.
Interpretasi:
Puskesmas dan rumah sakit kelas D yang hanya mampu melakukan resusitasi dan life support sementara, harus mempunyai komunikasi (telepon, radio) dengan rumah sakit kelas iebih tinggi yang terdekat

i) Pendenta-penderita gawat darurat harus mendapa:
pengawasan ketat selama ia berada di dalam Unit Gawat Darurat.
Interpretasi:
Unit Gawat Darurat harus mempunyai peralatan, obat-obatan dan persolania yang memadai untuk melakukannya
Pengawasan ini harus dilakukan terus menerus baik di ruang Unit Gawet Darurat maupun sewaktu diangkut ke rumah sakit lain

j) Penunjang pelayanan medis seperti alat, obat dan personalia harus diatur sedemikian rupa sehingga dapat memenuhi kebutuhan 24 jam.
Interpretasi:
(1)Daftar jaga:
(a)personalia (dokter. perawat, tenaga administrasi)
(b)konsulen
(2)Radiologi, laboratorium termasuk hernatologi. biokimia baktenologi dan patologi diatur sesuai dengan kemampuan rumah sakit dan kebutuhan penderita.
(3)Depot darah
(4)Farmasi sangat penting sehingga persediaan obat-obat infus, plasma expander, alat-alat steril, alat-alat dlsposlble dan linen cukup untuk 24 jam.

k) Penderita keluar dan Unit Gawat Daru rat harus jelas:
(1)dimana dirawat
(2)peluang
(a)keterangan penyakitnya
(b)kapan dan kemana kontrol

I) Catatan medis yang iengKap untuk setiap penderita
Interpretasi:
(1)Catatan medis harus bekera 24 jam
(2)Catatan medis minimum.

harus mencakup:
(a)tanggal dan jam tiba
(b)resume catatan klinik, laboratorium, x-ray
(c)catatan tentang tindakan dan tanggal serta jam dilakukan
(d)nama dan tanda tangan petugas medis

3)Personalia dan Pimpinan
Personalia Unit Gawat Darurat mulal dan pimpinan, dokter. perawat dan personalia non medis harus memenuhi kwalifikasi tertentu sehingga mampu memberikan pelayanan Penanggu angan Gawat Darurat yang optimal.

Kriteria:
a)Jumlah dan kwalitas personalia harus memenuhi syarat
(1)Karena ilmu kedokteran gawat darurat tidak diberikan secara “integrated dalam kurikulum Fakultas Kedokteran dan belum lengkap dalam kurikulum pendidikan perawat maka sebaiknya para dokter dan perawat yang akan bekerja di Unit Gawat Darurat atau Puskesmas -harus mendapat kursus tambahan dalarn ilmu kedokteran gawat darurat.
(2)Tenaga non medis harus mendapat kursus Penanggulangan Penderita Gawat Darurat sebagai orang awam.
(3)Karena Unit Gawat Darurat pada rumah sakit kias A dan B juga tempat belajarnya mahasiswa dan perawat maka sebelum bekerja praktek disitu harus sudah mendapat/ sedang mendapat pelajaran ilmu KedoKteran. gawat darurat. Mereka harus dibawah pengawasan/bimbingan seorang dokter atau perawat dan Unit Gawat Darurat.
(4)Jumlah petugas medis disesuaikan dengan beban kerja dan kelas rumah sakit
(5)Tenaga non medis selain pekarya juga diperlukan untuk
(a)catatan medis
(b)keuangan
(c)keamanan
(d)asuransi
-Jasa Raharja Akses
-Astek
b)Harus mempunyai skema organisasi muiai dan pimpinan sampai petugas yang paling
rendah dengan job description nya dan jalur tanggung jawabnya.
c)Pertemuan staf yang reguler untuk menjaga kornunikasi antar petugas dan
kebiasaan-kebiasaan yang baik.
d)Seorang petugas baru sebelum bekerja Sendiri harus mendapat / melalui program
orientasi dan “induction
e)Harus ada program cara menilai mutu petugas “feedback”.
f)Kalau ada petugas yang pindah maka harus diminta pendapatnya tentang Unit Gawat
Darurat bersangkutan yaitu positif maupun negatifnya dan usul-usul.

Rabu, 26 November 2008

6 MINUTE WALK TEST

Definisi dan Tujuan
6 Minute Walk Test (6 MWT) merupakan tes yang sederhana dan praktis, yang membutuhkan jarak 100 ft (kira-kira 30 m) tanpa peralatan latihan atau pelatihan mahir bagi seorang teknisi. Tes ini bertujuan untuk mengukur jarak dimana pasien dapat berjalan secepat mungkin pada permukaan datar dan keras dalam waktu 6 menit. Disamping itu tes ini mampu mengevaluasi berbagai sistem tubuh yang terlibat selama latihan yang meliputi sistem pulmoner, sistem kardiovaskuler, sirkulasi sistemik, sirkulasi perifer, darah, unit neuromuskuler dan metabolisme otot. Pemeriksaan ini bisa mencerminkan tingkat kapasitas fungsional yang lebih baik dari aktivitas fisik.
Tes ini telah menjadi alat evaluasi standar pada awal program rehabilitasi untuk mengkaji kapasitas latihan dan mengatur porsi latihan. Tes ini menjadi penentu hasil dari program pengkondisian fisik dan telah digunakan sebagai bagian seleksi kriteria pasien yang mendapat transplantasi paru.


Prosedur Tindakan

1. Pengkajian

Sebelum dilaksanakannya tindakan ini, perlu terlebih dahulu dilakukan pengkajian. Pengkajian di tujukan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tindakan 6MWT, indikasi dan kontra indikasi dari tindakan 6MWT. Faktor-faktor yang mempengaruhi tindakan 6MWT adalah:
a. Faktor-faktor yang berhubungan dengan jarak berjalan 6 menit lebih pendek:
- TB lebih pendek (tungkai lebih pendek)
- Usia tua
- BB lebih berat
- Jenis kelamin perempuan
- Sadar terganggu
- Koridor berjalan lebih pendek (banyak berbelok)
- COPD, asma, Kistik fibrosis,penyakit intersisielparu
- Angina, infark myokardial, CHF, stroke. Transient iskemik attack, penyakit pembuluh darah perifer
- Indek tangan-tumir
b. Faktor-faktor yang berhubungan dengan jarak berjalan 6 menit lebih panjang :
- Berbadan tinggi (tungkai lebih panjang)
- Jenis kelamin laki-laki
- Bermotivasi tinggi
- Pasien sebelumnya menjalani tes
- Medikasi sebelum tes
- Sumplemen oksigen
Indikasi dari dilakukannya tindakan 6 MWT adalah :
a. perbandingan penanganan sebelum da sesudah :
- transplantasi paru atau reseksi paru
- Pembedahan reduksi volume paru
- Rehabilitasi paru
- Terapi obat untuk COPD
- Hipertensi pulmoner
- Gagal Jantung
b. Mengukur status fungsional :
- COPD
- Cystic fibrosis
- Gagal Jantung
- Penyakit pembuluh darah perfifer
- Pada pasien-pasien usia lanjut
c. Memperkirakan lama dirawat dan kematian :
- dari gagal jantung
- COPD atau
- Hipertensi pulmoner
Sementara itu untuk kontraindikasi terdiri dari dua hal. Pertama adalah bersifat mutlak meliputi angina unstabil dan infark miocard selama bulan yang lalu. Kontraindikasi relatif meliputi denyut jantung istirahat lebih dari 120 x/mnt, tekanan darah sistole lebih dari 180 mmHg dan tekanan darah diastole lebih dari 120 mmHg. Pasien dengan temuan seperti ini harus dirujuk ke dokter yang menangani atau mengawasi tes untuk penilaia klinis individu dan keputusan tentang dilakukannya test. Hasil EKG 6 bulan yang lalu juga dievaluasi sebelum tes. Angina stabil akibat pengerahan tenaga bukanlah kontraindikasi untuk 6 MWT, tetapi pasien dengan simptom seperti ini harus melakukan tes setelah menggunakan obat antiangina dan obat nitrat penyelamat harus siap tersedia

2. Persiapan Pelaksanaan

a. Persiapan Alat
- Stopwacth
- Penghitung lintasan mekanik
- Dua kerucut untuk menandai batas untuk berputar
- Kursi yang bisa dengan mudah dipindah sepanjang jalan
- Lembar catatan
- Tabung oksigen
- Sphygmomanometer
- Telepon
- Defibrilator
b. Persiapan Pasien
- Menganjurkan pasien memakai pakaian yang nyaman
- Menganjurkan pasien menggunakan sepatu yang sesuai
- Menganjurkan pasien menggunakan alat bantu jalan biasanya selama tes misalnya tongkat, walker
- Obat-obatan tetap dilanjutkan
- Makanan ringan diperbolehkan seebelum tes pagi atau sore
- Pasien tidak diperkenankan latihan berlebihan dalam 2 jam pada permulaan tes
c. Pelaksanaan Tindakan
- Mengulangi tes harus dilakukan pada waktu yang sama tiap hari untuk meminimalkan variasi
- Periode pemanasan sebelum tes tidak diperlukan
- Pasien harus duduk istirahat di kursi, dekat posisi start minimal selama 10 menit sebelum tes dimulai. Selama waktu tersebut, periksa kontraindikasi, hitung nadi dan ukur tekanan darah, dan pastikan pakaian dan sepatu yang sesuai dan nyaman. Isi bagian awal lembar catatan (lihat lampiran 2)
- Jika dilakukan oksimetri nadi (boleh dilakukan boleh tidak), ukur dan catat batas denyut jantung (HR) dan saturasi oksigen (SpO2) dan ikuti instruksi dari pabrikan untuk meminimalkan sinyal dan meminimalkan barang-barang bergerak. Pastikan pembacaan stabil sebelum pencatatan. Catat regularitas nadi dan apakah kualitas sinyak oksimetri dapat diterima.
Rasional pengukuran saturasi oksigen adalah bahwa walaupun jarak merupakan ukuran hasil utama, perbaikan selama evaluasi berseri mungkin jelas dengan peningkatan jarak atau dengan berkurangnya tanda-tanda dengan jarak jalan yang sama. SpO2 tidak bisa digunakan selama latihan. Teknisi harus tidak berjalan dengan pasien untuk mengobservasi SpO2. Jika dipakai selama latihan, oksimetri nadi harus ringan (kurang dari 2 pound), menggunakan batere, dilekatkan pada bagian tubuh (misal : daerah bokong) sehingga pasien tidak harus memegangnya sehingga tidak mengganggu langkah pasien.
- Minta pasien berdiri dan hitung dispneu dan keletihan pasien dengan skala Borg (lihat lampiran 1)
- Atur penghitung lintasan pada angka nol dan penghitung waktu 6 menit. Pasang semua peralatan (penghitung lintasan, penghitung waktu, papan, skala Borg, lembar catatan) dan pindahlah ke tempat star
- Perintahkan pasien sbb:
“Tujuan dari tes ini adalah berjalan sejauh-jauhnya selama 6 menit. Anda akan berjalan bolak balik di jalan ini. 6 menit adalah waktu yang lama bagi Anda untuk berjalan, sehigga Anda harus memaksa diri Anda. Anda mungkin akan kehabisan nafas dan kelelahan. Anda diperbolehkan untuk pelan-pelan, berhenti dan istirahat jika perlu. Anda boleh bersandar pada dinding selama isstirahat, tetapi kembali berjalan secepat yang Anda mampu. Anda akan berjalan bolak balik disekitar kerucut. Anda harus berjalan cepat memutari kerucut dan melanjutkan ke sisi lain tanpa ragu-ragu. Sekarang saya akan menunjukkan pada Anda. Tolong lihat cara saya berbelok tanpa ragu-ragu. Demonstrasikan 1 lintasan. Berjalanlah dan putari kerucut dengan cepat. “Anda siap? Saya akan menggunkaan penghitung waktu untuk menghitung jumlah lintasan yang Anda tempuh. Saya akan klik tombol saat Anda berpitar pada garis star. Ingat bahwa tujuan berjalan adalah sejauh munkgin selama 6 menit, tapi jangan berlari. Mulai sekarang, atau kapanpun Anda siap”
- Posisikan pasien pada garis star. Kamu juga harus berdiri dekat garis star selama tes. Jangan berjalan dengan pasien. Segera setelah pasein berjalan, mulai hitung waktu.
- Jangan berbicara dengan seorangpun selama berjalan. Gunakan suara keras saat memberi dorongan. Perhatikan pasien. Hindari hilang perhatian dan kehilangan hitungan lintasan. Setiap pasien kembali ke garis star, klik penghitung lintasan sekali (atau tandai lintasan pada lembar catatan). Biarkan peserta melihat yang kamu lakukan. Lakukan klik dengan body language, seperti menggunakan stopwacth pada balapan.
Setelah menit pertama, beritahu pasien (dengan tekanan) “Anda melakukan dengan baik. Waktu Anda tingga 5 menit.”
Saat waktu tinggal 4 menit, beritahu pasien “Pertahankan kerja bagus Anda. Waktu Anda 4 menit lag.”
Saat tinggal 3 menit lagi, katakan pasien “Kerja bagus. Anda sudah separuh jalan.”
Saat tinggal 2 menit, katakan “pertahankan. Waktu 2 menit lagi”
Saat kurang 1 menit lagi, Katakan Anda melakukannya dengan baik. Waktu tinggal 1 menit lagi.
Jangan gunakan kata-kata lain untuk memberikan dorongan (atau body language untuk mempercepat)
Jika pasien berhenti berjalan selama tes dan butuh istirahat, katakan: “Anda bisa bersandar di dinding jika Anda tidak akan menghentikan tes. Jika pasien berhenti sebelum menit ke 6 selesai dan menolak melanjutkan (atau Kamu memutuskan bahwa mereka tidak dapat melanjutkan), Bawa kursi ke dekat pasien untuk duduk, hentikan berjalan dan catat pada lembar catatan jarak, waktu berhenti dan alasan berhenti sebelum selesai.
Jika waktu 15 detik mendekati selesai, katakan: “sekarang saya akan katakan untuk berhenti. Berhentilah segera dimana saja Anda dan saya akan datang kepada anda.
Saat alarm berbunyi, katakan “berhenti!”, berjalanlah ke arah pasien. Bawalah kursi jika pasien tampak lelah. Tandai titik ditempat mereka berhenti dengan meletakkan pita pada lantai.
- Post-tes: Catat tingkat dispneu dan keletihan paska berjalan dan tanyalah: “Apakah yang menyebabkan Anda Berjalan lebih jauh?”
- Jika menggunakan oksimeter, ukur SPO2 dan denyut nadi dari oksimetri dan kemudian lepas sensor.
- Catat jumlah lintasan (Tandai tebal pada labar catatan)
- Catat jarak tambahan yang ditempuh (jumlah meter pada lintasan tambahan). Kalkulasi total jarak berjalan, dan catat pada lembar cacatan.
- Beri ucapan selamat pada pasien atas upaya yang bagus dan tawarkan air minum.

3. Evaluasi
Kebanyakan 6MWT dilakukan sebelum dan sesudah intervensi. Pertanyaan utamanya adalah apakah pasien telah mengalami perbaikan signifikan secara klinis.
Peningkatan rata-rata signifikan dalam 6MWT secara statistik ditemukan pada pasien COPD dari sejumlah 112 pasien, 95 % perbaikannya signifikan. Sementara pada 45 pasien lansia dengan gagal jantung hasilnya cenderung memburuk.
Hal-hal yang perlu dievaluasi adalah dalam 6MWT adalah:
a. Total jarak berjalan
b. Dispneu dan fatigue diukur dengan skala analog visual dan Borg (lihat lampiran 1)
c. Saturasi oksigen dapat dilakukan dengan oksimetri nadi


Daftar Pustaka

Enright, Paul L., 2003, The Six-Minute Walk Test, Respiratory Care: 783–785, Daedalus Enterprises

Sclafani, Janet C., 2000, Pulmonaryfunction Testing: The Six-Minute Walk Test, Aarc Times

www.atsjournals.org, 2002, ATS Statement: Guidelines for the Six-Minute Walk Test, American Thoracic Society



Lampiran.1


THE BORG SCALE

0 Nothing at all
0.5 Very, very slight (just noticeable)
1 Very slight
2 Slight (light)
3 Moderate
4 Somewhat severe
5 Severe (heavy)
6
7 Very severe
8
9
10 Very, very severe (maximal)

This Borg scale should be printed on heavy paper (11 inches high and perhaps laminated) in 20-point type size. At the beginning of the 6-minute exercise, show the scale to the patient and ask the patient this: “Please grade your level of shortness of breath using this scale.” Then ask this: “Please grade your level of fatigue using this scale.”

At the end of the exercise, remind the patient of the breathing number that they
chose before the exercise and ask the patient to grade their breathing level again. Then ask the patient to grade their level of fatigue, after reminding them of their grade before the exercise.

Lampiran 2EVALUATION

The following elements should be present on the 6MWT worksheet and report:
Lap counter: __ __ __ __ __ __ __ __ __ __ __ __ __ __ __
Patient name: ____________________ Patient ID# ___________
Walk # ______ Tech ID: _________ Date: __________
Gender: M F Age: ____ Race: ____ Height: ___ft ____in, ____ meters
Weight: ______ lbs, _____kg Blood pressure: _____ / _____
Medications taken before the test (dose and time): __________________
Supplemental oxygen during the test: No Yes, flow ______ L/min, type _____
Baseline End of Test
Time ___:___ ___:___
Heart Rate _____ _____
Dyspnea ____ ____ (Borg scale)
Fatigue ____ ____ (Borg scale)
SpO2 ____ % ____%
Stopped or paused before 6 minutes? No Yes, reason: _______________
Other symptoms at end of exercise: angina dizziness hip, leg, or calf pain
Number of laps: ____ (_60 meters) _ final partial lap: _____ meters _
Total distance walked in 6 minutes: ______ meters
Predicted distance: _____ meters Percent predicted: _____%
Tech comments:




disususn oleh kelompok I
( prog S2 KMB Universitas Indonesia Angkatan 2008 )

therapi oksigen (sebuah kenyataan tentang wewenang perawat yang diambil alih profesi lain )

Definisi
Therapi oksigena adalah pemberian terapi oksigen dengan konsentrasi lebih dari udara luar untuk mengatasi atau mencegah gejala dan tanda hypoxia.
Oxygen dapat diklasifikasikan meliputi elemen gas dan obat. Terapi oksigen adalah pemberian konsentrasi oksigen yang lebih besar dari pada udara ruangan untuk mengatasi atau mencegah terjadinya hypoxemia . Oxygen dapat diberikan secara nasal cannula, mask, and tent.
Indikasi
Tubuh secara konstan mengambil oksigen dan mengeluarkan carbondioksida. Bila kadar oksigen di dalam darah turun, klien mungkin membutuhkan suplemen oksigen. Tujuannya adalah untuk meningkatkan saturasi oksigen jaringan pada kondisi sakit atau injury. Beberapa kondisi yang membutuhkan terapi oksigen:
• Adanya gejala Hypoxemia : penurunan PaO2 dalam darah dibawah normal, PaO2 of < 60 torr or SaO2 of < 90%, atau PaO2 and/or SaO2 dibawah normal dengan gejala klinik spesifik.(1)
• situasi perawatan akut dengan suspect hypoxemia (1,3-6)
• trauma berat (5,6)
• Acute myocardial infarction (1,7)
• Short-term therapy atau intervensi operasi (eg, post-anesthesia recovery(5,8),
• Pembedahan hip (9,10))
• severe respiratory distress (e.g., acute asthma or pneumonia)
• chronic obstructive pulmonary disease (COPD, including chronic bronchitis, emphysema, and chronic asthma)
• pulmonary hypertension
• cor pulmonale
• Oxygen may also be used to treat chronic lung disease patients during exercise.
Kontraindikasi
Tidak spesifik terjadi kontaraindikasi akibat therapy oxygen. Oxygen tidak menimbulkan addictive dan menimbulkan efek samping bila digunakan sesuai indikasi. Komplikasi akibat terapi oksigen dapat terjadi seperti : Distres pernafasan, keracunan oksigen, dan absorption atelectasis . Untuk itu segera lapor bila menemukan gejala :
• anxiety
• cyanotic (blue) lips or fingernails
• drowsiness
• confusion
• restlessness
• slow, shallow, difficult, or irregular breathing
Perhatian dan/atau Kemungkinan komplikasi
• dengan PaO2 > atau = 60 torr, depresi pernafasan dapat terjadi secara spontan pada pernafasan klien dengan peningkatan PaCO2.(6,11-14)
• dengan FIO2 > atau = 0,5, absorption atelectasis dan/atau depresi ciliary dan/atau fungís leukosit dapat taerjadi. (12,15,16)
• pemberian oksigen harus sesuai dengan indikasi dan harus hati-hati untuk klien keracunan paraquat(17) dan klien yang mendapat bleomycin.(18)
• selama laser bronchoscopy, pemberian oksigen dengan dosis minimal untuk meghindari rasa terbakar pada intratracheal .(19)
• Bahaya kebakaran meningkat pada konsentrasi oksigen tinggi
• Kontaminasi bakteri berhubungan dengan nebulization dan sistem humidification .(20-22)
Masalah berhubungan dengan pemberian oksigen
• Konsentrasi oksigen tinggi(90-100%) yang diberikan kepada klien dala waktu lama dapat menyebabkan kerusakan pada pulmonary
• Konsentrasi tinggi juga menimbulkan collaps alveoli dengan ratio ventilasi dan perfusi menurun.
Batasan untuk Prosedur
Terapi Oxygen tidak hanya terbatas pada manfaat untuk mengatasi hypoxia pada klien anemia, dan dapat bermanfaat pada gangguan sirkulasi. terapi Oxygen tidak hanya sebagai terapi pengganti tapi juga meningkatkan ventilasi mekanik bila dibutuhkan support ventilasi.
Pengkajian yang dibutuhkan:
• pemeriksaan Pa O2 dan / atau saturasi O2 dengan metoda pemeriksaan invasive atau noninvasive, dan/atau adanya gejala klinik sebelumnya.
Hasil yang diharapkan:
• klien menunjukkan gejala klinik dan physiologi yang adekuat sebagai respon dari terapi oksigen.

Kamis, 20 November 2008

malpraktek dan kelalaian dalam keperawatan

Kelalaian ialah melakukan sesuatu dibawah standar yang ditetapkan oleh aturan atau hukum guna melindungi orang lain yang bertentangan dengan tindakan – tindakan yang tidak beralasan dan berisiko melakukan kesalahan. (Keeton, 1984), sedangkan menurut Hanafiah dan Amir ( 1999 ) Kelalaian adalah sikap yang kurang hati – hati yaitu tidak melakukan sesuatu yang seharusnya seseorang lakukan dengan sikap hati – hati dan wajar, atau sebaliknya melakukan sesuatu dengan sikap hati – hati tetapi tidak melakukannya dalam situasi tertentu. Guwandi (1994) mengatakan bahwa kelalaian adalah kegagalan untuk bersikap hati – hati yang pada umumnya wajar dilakukan oleh seseorang dengan hati – hati, dalam keadaan tersebut itu merupakan suatu tindakan seseorang yang hati – hati dan wajar tidak akan melakukan didalam keadaan yang sama atau kegagalan untuk melakukan apa orang lain dengan hati – hati yang wajar justru akan melakukan di dalam keadaan yang sama.
Dari pengertian diatas dapat diartikan bahwa kelalaian dapat bersifat ketidaksengajaan, kurang teliti, kurang hati – hati, acuh tak acuh, sembrono, tidak peduli terhadap kepentingan orang lain tetapi akibat tindakan bukanlah tujuannya. Kelalaian bukan suatu pelanggaran hukum atau kejahatan. Jika kelalaian itu tidak sampai membawa kerugian atau cedera kepada orang lain dan orang itu dapat menerimannya, namun jika kelalaian itu mengakibatkan kerugian materi, mencelakakan atau bahkan merenggut nyawa orang lain ini diklasifikasikan sebagai kelalaian berat, serius dan criminal menurut (Hanafiah dan Amir, 1999).
Malpraktek adalah kelalaian seorang tenaga kesehatan untuk mempergunakan tingkat ketrampilan dan ilmu pengetahuan yang lazim dipergunakan dalam merawat klien atau orang yang terluka menurut ukuran di lingkungan yang sama (Hanafiah dan Amir ( 1999).
C. Elemen-elemen pertanggung jawab hukum (liability)
Terdiri dari 4 elemen yang harus ditetapkan untuk membuktikan bahwa malpraktek atau kelalaian telah terjadi (Vestal.1995) :
1. Kewajiban (duty) : pada sat terjadinya cedera terkait dengan kewajibannya yaitu kewajiban mempergunakan segala ilmu dan kepandaiannya untuk menyembuhkan atau setidak – tidaknya meringankan beban penderitaan pasiennya berdasarkan standar profesi.
Contoh :
Perawat rumah sakit bertanggung jawab untuk :
a. Pengkajian yang aktual bagi pasien yang ditugaskan untuk memberikan asuhan keperawatan
b. Mengingat tanggung jawab asuhan keperawatan professional untuk mengubah kondisi klien
c. Kompeten melaksanakan cara – cara yang aman untuk klien.
4
2. breach of the duty (Tidak melasanakan kewajiban): pelanggaran terjadi sehubungan dengan kewajibannya, artinya menyimpang dari apa yang seharusnya dilakukan menurut standar profesinya.
Contoh :
a. Gagal mencatat dan melaporkan apa yang dikaji dari pasien. Seperti tingkat kesadaran pada saat masuk
b. Kegagalan dalam memenuhi standar keperawatan yang ditetapkan sebagai kebijakan rumah sakit.
c. Gagal melaksanakan dan mendokumentasikan cara – cara pengamanan yang tepat ( pengaman tempat tidur, restrain, dll )
3. proximate caused (sebab-akibat): pelanggaran terhadap kewajibannya menyebabkan atau terkait dengan cedera yang dialami klien.
Contoh :
Cedera yang terjadi secara langsung berhubungan dengan pelanggaran terhadap kewajiban perawat terhadap pasien atau gagal menggunakan cara pengaman yang tepat yang menyebabkan klien jatuh dan mengakibatkan fraktur.
4. injury (Cedera) : sesorang mengalami cedera atau kerusakan yang dapat dituntut secara hukum
Contoh :
fraktur panggul, nyeri, waktu rawat inap lama dan memerlukan rehabilitasi.

5
D. Standar Asuhan
Untuk menentukan kelalaian, standar asuhan dipenuhi dengan penjelasan apakah seseorang beralasan akan atau tidak akan melakukan sesuatu pada situasi yang sama. Setiap perawat bertanggung jawab untuk mengikuti standar asuhan keperawatan dalam praktek.

Kamis, 23 Oktober 2008

" Role Play Filosofikal Florence Nightingale "

Disusun Oleh :
Kristiawati
Ririn Sri Handayani
Wantiyah
Nuurhidayat
Moh. Judha


Mahasiswa Program Magister
Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia
2008

FLORENCE NIGHTINGALE : MODERN NURSING
Teori Nightingale mengutamakan focus pada lingkungan dalam penerapannya. Walaupun secara pernyataan tidak pernah menyebutkan lingkungan, ia menggambarkan lingkungan dan mendefinisikan tentang ventilasi, kehangatan, cahaya / penerangan, makanan, kebersihan, dan suara. Nightingale tidak secara khusus membedakan lingkungan pasien dalam aspek fisik, psikologis dan social, tetapi dari tulisan-tulisan yang ada ia memberi penekanan pada lingkungan fisik. Lingkungan sehat dilihat dalam situasi rumah sakit, rumah tinggal dan kondisi fisik pemukiman kumuh.
Lima komponen penting lingkungan yang sehat, menurut nightingale meliputi : udara bersih, air bersih, pembuangan air yang efisien, kebersihan, dan pencahayaan.
Nightingale menekankan pada pemberian ventilasi yang baik bagi proses penyembuhan pasien. Perawat diingatkan untuk ”mempertahankan pemberian udara pada pasien sebersih udara eksternal, tanpa membuatnya kedinginan” (Nightingale, 1969 ). Pencahayaan diidentifikasi sebagai terkena cahaya matahari secara langsung yang merupakan kebutuhan penting bagi pasien. Ia mengatakan ”cahaya memiliki pengaruh yang cukup nyata dan dapat dirasakan pada tubuh manusia” (Nightingale, 1969 ). Untuk memperoleh keuntungan dari sinar matahari, perawat diminta untuk memindahkan dan memposisikan pasien agar terkena cahaya matahari. Dalam pemberian vetilasi yang baik, perawat perlu mengkaji suhu tubuh pasien dengan cara mempalpasi ekstreminitas, agar jangan sampai pasien kedinginan atau kepanasan. Perawat disarankan untuk memanipulasi lingkungan secara berkelanjutan untuk mempertahankan ventilasi dan kehangatan pada pasien dengan pemberian pemanas, membuka jendela, dan pemberian posisi yang tepat pada pasien.
Kebersihan ditujukan kepada pasien, perawat dan lingkungan fisik. Lingkungan yang kotor (pada lantai, karpet, dinding dan bed linen) adalah sumber infeksi. Walaupun ruangan memiliki ventilasi yang baik, materi organik dapat membuat lingkungan menjadi kotor. Oleh karena itu, dibutuhkan pembuang ekskresi dan kotoran tubuh yang baik untuk mencegah kontaminasi terhadap lingkungan. Selain itu, pasien perlu dimandikan secara teratur setiap hari. Perawat juga harus mandi setiap hari, mengenakan pakaian yang bersih dan sering mencuci tangan. Konsep ini ditujukan bukan hanya ditujukan pada perawatan individual pasien, tetapi ditujukan juga bagi perbaikan status kesehatan di pemukiman kumum yang padat dimana pembuangan kotoran tidak adekuat dan akses mendapatkan air bersih terbatas.(Nightingale, 1969).
Kebutuhan akan lingkungan yang tenang juga perlu dikaji dan diintervesi oleh perawat. Suara berisik yang dihasilkan oleh aktifitas fisik di ruangan perlu dihindari karena dapat mengganggu pasien. Selain itu, perawat juga perlu memperhatikan diit/ makanan pasien. Perawat perlu mengkaji pemasukan makanan, jadwal makan dan pengaruhnya terhadap pasien. Nightingale percaya bahwa pasien dengan penyakit kronis dapat kelaparan dan perawat yang pintar adalah perawat yang berhasil memenuhi kebutuhan nutrisi pasien.
Selanjutnya, komponen lainnya yang didefinisikan oleh teori Nightingale adalah petty management (Nightingale, 1969), dimana perawat memiliki kendali terhadap lingkungan secara fisik dan administratif. Perawat perlu mengontrol lingkungan untuk melindungi pasien dari ancaman fisik dan psikologis; Nightingale juga yakin bahwa perawat akan tetap bertanggung jawat terhadap lingkungan walaupun ia tidak ada di ruangan, karena ia telah menyerahkan tanggung jawab kepada orang lain yang bekerja disana saat ia tidak ada di tempat, hal ini menunjukkan sebenarnya proses pendelegasian sudah ada pada jaman Nightingale.

Asumsi Utama

Keperawatan adalah manusia yang bertanggung jawab terhadap kesehatan orang lain dan yang menjadi perawat adalah wanita terdidik yang belajar dan mengaplikasikan tambahan prinsip ilmiah pada pekerjaan dan lebih terlatih dalam melaporkan status pasien saat memberikan intervensi yang membantu proses penyembuhan pasien. Keperawatan dipandang sebagai proses non-kuratif yang bergantung pada penempatan individu dalam kondisi terbaik alamiah dimana lingkungan menjadi kondusif untuk proses perbaikan. Komunikasi dengan individu sangat penting dan tidak boleh terburu-buru serta bebas interupsi. Komunikasi yang dilakukan perawat kepada dokter dan anggota keluarga harus berada dalam lingkungan pasien. Observasi dan pengumpulan data spesifik perlu dilakukan untuk mencegah timbulnya masalah kesehatan..

Manusia ditujukan kepada pasien adalah individu yang memiliki kekuatan vital alamiah yang dibutuhkan proses perbaikan. Perawat melaksanakan tugas-tugasnya kepada pasien dan mengontrol lingkungan pasien untuk mempercepat proses penyembuhan klien. Pasien tidak sepenuhnya pasif dimana ia melakukan self-care jika memungkinkan dan dilibatkan pada penentuan waktu makan dan jenis makanan. Pasien dilihat secara individual dengan cara ditanyakan akan pilihan makanannya. Walaupun demikian perawat tetap mengontrol dan bertanggung jawab pada lingkungan pasien, dan berarti mengontrol beberapa pilihan dan perilaku indiviidual. Pasien dihargai atas latar belakang kehidupannya masing-masing.

Sehat didefinisikan sebagai dalam keadaan baik dan menggunakan setiap kekuatan/ sumber-sumber yang dimiliki manusia secara penuh dalam kehidupannya.
Penyakit dan sakit adalah proses perbaikan secara alamiah pada saat manusia tidak pada kondisi sehat. Penyakit tidak selalu membuat orang menderita. Penyebab penderitaan lebih banyak dikarenakan kondisi lingkungan buruk, makanan yang buruk atau kelemahan spiritual. Upaya mempertahankan kesehatan dilakukan dengan cara mencegah penyakit melalui kontrol lingkungan dan dan tanggung jawab sosial (Modern Public Health Nursing). Nightingale membedakan antara keperawatan sehat dan keperawatan untuk pasien yang sakit.

Lingkungan yang didefinisikan oleh Nightingale digambarkan sebagai ”elemen-elemen eksternal yang mempengaruhi kesehatan orang yang sehat dan sakit” dan meliputi ”semua yang berkaitan dengan makanan dan bunga pasien sampai dengan interaksi verbal dan non verbal pasien” (Fitzpatrick & Whall, 1983 ). Tujuan keperawatan adalah untuk menciptakan dan mempertahankan lingkungan terapeutik yang akan meningkatkan kenyamanan dan proses penyembuhan pasien. Nightingale percaya bahwa orang sakit yang miskin akan merasakan manfaat dari perbaikan lingkungan yang mempengaruhi tubuh dan pikiran mereka. Perawat dapat merubah status sosial orang miskin dengan memperbaiki kondisi lingkungan fisik dan psikologis mereka.
Peran Perawat
Menurut Nightingale, peran perawat adalah mencegah terganggunya proses perbaikan dan memberikan kondisi optimal yang meningkatkan proses perbaikan tersebut sehingga mempercepat proses penyembuhan pasien. Perawat harus mampu mengobservasi pasien dan lingkungannya dengan baik. Observasi dilakukan secara terus menerus.

Walaupun Nightingale tidak secara eksplisit membicarakan tantang perilaku caring perawat, ia sudah menggambarkan fenomena yang disebut keperawatan dan kebutuhan untuk berkomintmen terhadap kerja keperawatan. Pengalaman kerja keperawatannya di Crimea menunjukkan perilaku caring, termasuk komitmennya untuk mengobservasi pasien di malam hari, mendampingi pasien menghadapi kematian, berdiri disamping pasien saat dioperasi, menulis surat untuk pasien; dan memberikan bahan bacaan pada pasien.

Perawat harus menjadi agen moral, dimana ada suatu hubungan profesional antara perawat – pasien, mengingatkan pentingnya confidentiality, dan memberikan advokasi kepada orang-orang miskin untuk memperbaiki status kesehatan dan sosial mereka. Nightingale juga berpendapat tentang pentingnya pasien menjadi pengambil keputusan atas dirinya.





Referensi

1. Chinn, PL., Jacobs, MK., & Huetherm SE. (1983) Theory and nursing : A systematic approach. St.Louis: Mosby Co.
2. Fitzpatrick , J. & Whall, A. (1983) Conceptual models of nursing. Bowie MD: Prentice Hall dalam Tomey,
3. M, Alligood, MR.(2006) Nursing theories and their work. 6th ed. Missouri: Mosby Elsivier.
4. Nightingale, F.(1969) Notes in nursing: What it is and what it is not. New York: Dover dalam Tomey,
5. AM, Alligood, MR.(2006) Nursing theories and their work. 6th ed. Missouri: Mosby Elsivier.
6. Tomey, AM, Alligood, MR.(2006) Nursing theories and their work. 6th ed. Missouri: Mosby Elsivier.
7. http://www.lotsofessays.com/viewpaper/1694203.html

8. http://www.fratfiles.com/essays/71172.html

9. http://www.lotsofeyssays.com/essays/1694203.html

10. http://www.aku.edu.com/AKUH/Medical Profesional/nursingphilo.shtml






SKENARIO ROLE PLAY TEORI FILOSOFIKAL NIGHTANGALE

SUTRADARA : MUHAMMAD YUDHA
NARATOR : RIRIN SRI HANDAYANI
PEMAIN : KRISTIAWATI (Ners TIA)
WANTIYAH (Ners WANTI)
NUURHIDAYAT (Pasien Bp. YAYAT)
NARATOR :
Ruang Murai adalah Ruang Perawatan untuk pasien dengan kasus penyakit dalam. Ruang Murai menggunakan falsafah Nightingale untuk melandasi semua aktifitas dan kegiatan ruangan. Kepala ruangan bekerjasama dengan manajemen rumah sakit mendesain ruangan untuk mengkondisikan kepada falsafah Nightingale seperti dinding ruangan di cat dengan warna krem yang lembut sehingga pencahayaan menjadi terang, dibuat jendela-jendela menghadap keluar (taman) sehingga ketika dibuka udara segar akan masuk, jumlah TT pasien sesuai dengan luas ruangan dan logistik untuk mengganti set tempat tidur disiapkan dengan perhitungan jumlah TT dan rerata pasien masuk setiap hari. Setiap aktifitas asuhan keperawatan didasari oleh semangat falsafah Nightingale. Berikut ini adalah role play yang menggambarkan interaksi perawat di Ruangan Murai dimulai ketika overan shift dari jaga malam ke jaga pagi.

Berikut ceritanya……………….
Ners. Wanti (W) : (Baru datang …) Selamat pagi Ns. Tia……
Ners Tia (T) : Pagi…..
Ns. W : Bagaimana, bisa kita mulai overannya ?
Ns. T : Boleh, mau sekarang ? saya ambil buku laporannya dulu ya…

NARATOR : Ns. Tia mengambil buku laporan yang telah dibuat catatannya
tadi malam.
Ns. T : Kita mulai dari overan pasien dulu ya, setelah itu baru logistik
Ns. W : Ya gak apa-apa, …..

NARATOR : Ns. Tia dan Ns. Wanti berjalan menuju ruang rawat
Ns. T : Selamat pagi semua…..
Bp. Yayat (Y) +tmn : Pagi suster……
Ns. W : Ns. Tia, ada jendela yang belum dibuka tuh ..(menunjuk jendela
dibelakang TT Bp. Y
Ns. T : O ya, itu Bp. Yayat tidak suka kalau jendela dibuka. Tadi sudah saya
buka tetapi mungkin beliau tutup lagi.
(Ns. T berjalan kearah tempat tidur Bp. Yayat , dan sambil tersenyum….)
Ns. T : Pak Yayat, jendelanya kita buku dulu ya supaya udara dan sinar
matahari masuk, jadi ruangannya tidak lembab.
Bp Y : Silau ners makanya saya tutup lagi
Ns T : Ya sampai jam 9 pagi aja, setelah itu bisa di tutup lagi
Bp Y : Ya, deh

Narator : Ners T membuka jendela lalu kembali bersama Ners W melanjutkan operan
Ns T : Ini Bapak Yayat dengan diabetes hari ini hari ke -2 beliau dirawat, dapat insulin 10 u, 15 menit sebelum makan, pagi ini sudah diberikan tapi bapak yayat tidak menghabiskan makanannya, belum dikaji kenapa?
Ns W : Berapa banyak diitnya ?
Ns T : 1700 Kalori, tadi pagi mendapat roti 2 potong dengan mendapat susu, tapi hanya dimakan satu kerat dan susunya tidak diminum, setelah makan pagi mau duduk di taman
Ns W : Ada dicatat dilaporan kan ?
Ns T : Ya semua tercatat dengan lengkap
Ns W : Oke baik
Narataor : Ns Tia dan Ns wanti melanjutkan operan hingga semua pasien telah dioperkan kemudian mereka berdua melanjutkan dengan operan logistik
Ns T : Kamar mandi no 1 krannya macet, air cukup, dua yang lainnya lancar dan pagi ini sudah dibersihkan oleh klining service
Ns W : Ya nanti kita telepon instalasi untuk perbaikan

Narator : Ns Tia dan Ns wanti kembali ke Ners station lalu mencuci tangan
Ns T : Hands soap habis , persediaan set untuk tempat tidur cukup
Ns W : Kalo begitu kita juga minta ke bagian logistik

Narator : Ns Tia dan Ns Wanti melanjutkan operan logistik hingga selesai
Ns T : Bagaimana sudah semua khan ?
Ns W : Ya terima kasih , mau langsung pulang nih ?
Ns T : Iya lah, siang nanti ada acara, saya bersiap dulu ya

Narator : Ns Tia pergi keruang ganti dan berganti pakaian untuk pulang memakai sepatu hak tinggi
Ns W : Sepatu baru nih ?
Ns T : Baru lihat ya ? saya khan kalo pagi ngak berani pakai karena ada kepala ruangan
Ns W : (tersenyum ) itukan menyesuaikan dengan falsafah ruangan kita
Ns T : Ya bu, tenang aja semalam aku pakai sandal jepit.
Ns W : Apalagi pakai sendal jepit, lagi pula khan bahaya kalo ada jarum yang jatuh
Ns T : Ya, ya…. Terima kasih besok ngak lagi…..saya pulang dulu ya
Ns W : Oke hati-hati

Narator : Ns wanti berjalan ke ruangan bapak yayat
Ns W : Bapak tadi makannya ngak habis ya ?
Bp Y : Habis saya ngak suka makan roti
Ns W : Bapak sukannya makan apa ?
Bp Y : Saya biasa makan nasi , saya juga ngak bisa minum susu… bisa sakit perut… minumnya air putih saja
Ns W : Kalo begitu kita akan beritahu bagian gizi dan minumnya air putih, makannya harus tepat ya pak 15 menit sesudah disuntik insulin
Bp Y : Ya saya selalu tepat kok
Ns W : Bagus, pagi ini bapak rencananya mau duduk di taman khan ? kalo bapak mau sambil baca ada koran bisa bapak baca
Ns W : Terima kasih

kepemimpinan dalam keperawatan

Free Shoutbox Technology Pioneer

Sabtu, 20 September 2008

Mengapa falsafah dan paradigma kurang menjiwai perawat kita ( Indonesia ) dalam bekerja

Latar belakang
Paradigma keperawatan adalah cara pandang dalam suatu ilmu yang menjadi landasan berfikir dalam penerapan asuhan keperawatan, Beberapa ahli mendefinisikan paradigma sebagai suatu pandangan yang fundamental tentang suatu persoalan dalam suatu cabang ilmu pengetahuan, adapun keperawatan sebagai cabang ilmu berdasarkan pada empat komponen yaitu : manusia, keperawatan, kesehatan dalam rentang sehat sakit serta komponen yang terakhir yaitu lingkungan.
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah mengidentifikasi dan menganalisis beberapa konsep dari beberapa ahli, menghubungkan paradigma keperawatan dengan filosofi keperawatan, dan bagaimana penerapan paradigma dalam layanan kesehatan.
Handerson mendefinisikan keperawatan sebagai kegiatan membantu individu untuk mendapatkan kemandirian dalam beraktivitas yang berkontribusi terhadap kesehatan atau proses penyembuhannya saja. Handerson mengkatagorikan aktivitas keperawatan kedalam 14 komponen kebutuhan dasar manusia, serta membagi peran perawat kedalam 3 peran yaitu : subtitutif ( melakukan untuk orang lain ) suplementari ( membantu untuk orang lain ), komplementari ( bekerja untuk orang lain ), dengan tujuan untuk membantu orang menjadi mandiri.
Dalam paradigma menurut Handerson terdapat 4 komponen, yang pertama adalah individu ( individu memiliki kebutuhan dasar yang merupakan komponen dari kesehatan, membutuhkan bantuan untuk mendapatkan kesehatan dan kemandirian atau meninggal dengan damai, pikiran dan tubuh saling berhubungan dan tidak dapat dipisahkan, mempertimbangkan komponen bilogis ,psikologis, sosiologi dan spiritua )
Lingkungan merupakan tempat dimana individu mempelajari cara-cara unik untuk hidup, meliputi semua kondisi eksterna dan efeknya yang mempengaruhi kehidupan dan perkembangannya. Dasar dari tindakan keperawatan adalah menyediakan kondisi yang memungkinkan pasien dapat menunjukkan aktivitas tanpa bantuan.
Kesehatan adalah kemampuan individu untuk berfungsi secara mandiri berdasarkan 14 komponen, perawat menekankan pada promosi, prefentif dan pengobatan penyakit. Kesehatan juga dipengaruhi oleh umur, latar belakang budaya, fisik, kapasitas intelektual dan keseimbangan emosi.
Keperawatan didefinisikan sebagai kegiatan membantu untuk sementara individu yang memiliki kekuatan, kemauan dan kurang pengetahuan dalam mencukupi satu atau lebih dari 14 kebutuhan dasar. Perawat menjadikan pasien utuh dan independen.

Konsep paradigma keperawatan menurut Roy terdiri dari konsep adaptasi, manusia, lingkungan, kesehatan dan keperawatan. Adapun uraian dari konsep ini adalah sebagai berikut :
Adaptasi adalah respon positif terhadap perubahan lingkungan, Proses Dan Hasil individu dan kelompok yang menggunakan kesadaran akan dirinya, diri cerminan /pemantulan dan pilihan untuk menciptakan integrasi lingkungan dan manusia.
Konsep manusia biopsikososiospiritual yang berinteraksi secara konstan dengan perubahan lingkungan, meliputi individu sebagai penerima asuhan tidak hanya individu itu sendiri tetapi juga individu sebagai bagian dari kelompok, organisasi, komunitas dan lingkungan sosial sebagai Holistic Adaptif Sistem.
Konsep lingkungan melihat semua kondisi yang berkesinampungan dan saling mempengaruhi perkembangan dan perilaku manusia dan kelompok dengan mempertimbangan hubungan yang menguntungkan antara manusia dan sumber alam termasuk stimulus fokal, konstektual dan residual.
Konsep sehat direpresentasikan sebagai rentang sehat sakit. Konsep perawat untuk meningkatkan adaptasi individu dan kelompok dalam 4 model adaptip (kebutuhan fisiologis, fungsi peran, konsep diri dan interdependensi) yang berkontribusi pada kesehatan, kualitas hidup dan dying dengan mengkaji perilaku-perilaku dan faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan adaptasi serta dengan melakukan intervensi untuk meningkatkan interaksi lingkungan.


Jean Watson berpendapat bahwa membuat landasan caring sebagai fokus sentral dari praktek keperawatan. Dalam teori Watson memandang 4 konsep utama sbb :
1. Manusia adalah seorang yang dihargai baik secara fisik, diawasi, terhormat, dipelihara, dipahami dan dibantu; di dalam suatu pandangan filosofis seseorang sebagai diri terintegrasi penuh dan fungsional. manusia dipandang sebagai lebih besar dari dan berbeda dengan yang lain.

2. Kesehatan
Watson percaya bahwa ada faktor lain yang diperlukan untuk mencapai definisi kesehatan menurut WHO. Dia menambahkan tiga unsur-unsur : mencapai tingkat yang lebih tinggi dari keseluruhan fisik, mental dan sosial. Mempertahankan fungsi adaptive-maintenance secara umum sehari-hari. Tidak adanya penyakit .

3. lingkungan / sosial
Menurut Watson memberi pengaruh secara terbuka terhadap manusia yang akan mencapai keselarasan. Sikap caring tidak diturunkan dari generasi ke generasi tetapi ditularkan melalui budaya profesi sebagai jalan / cara unik terhadap lingkungannya.

4. Ilmu perawatan
Menurut Watson“ Ilmu perawatan mempunyai kaitan dengan mempromosikan kesehatan, mencegah penyakit, caring terhadap sakit dan penyembuhan. Fokusnya pada promosi kesehatan dan penanganan penyakit.

Betty Neuwmen
Teori newman berfokus pada upaya preventif sebagai intervensi primer keperawatan, yang terdiri dari upaya preventif primer, skunder dan tertier. Empat elemen utama dari neumen adalah manusia dipandang sebagai suatu sistem yang terdiri dari sub sistem : fisiologi, psikologi, sosiokultural, spiritual dan perkembangan.
Lingkungan dipandang sebagai kekuatan internal dan eksternal disekitar manusia dan berinteraksi setiap saat.
Kesehatan dipandang sebagai kondisi yang sejahtera, definisi sejahtera adalah suatu kondisi dimana keseluruhan atau sebagian berada dalam kondisi yang harmonis.
Keperawatan dipandang sebagai profesi yang unik yang memperhatikan seluruh variabel yang mempengaruhi respon seseorang terhadap stressor. Keperawatan didefinisikan sebagai kegiatan membantu individu, keluarga dan kelompok untuk mempertahankan kesejahteraan dan utamanya mencapai stabilitas klien termasuk intervensi keperawatan untuk mengurangi stressor.


Abdellah memandang manusia sebagai seseorang yang mempunyai kebutuhan fisik, emosional dan kebutuhan sosial. Individu dan keleuarga adalah penerima asuhan keperawatan, pasien digambarkan sebagai suatu justifikasi terhadap keberadaan keluarga.
Kesehatan menggambarkan suatu keadaan yang ekslusif dari penyakit. Abdellah tidak mendefinisikan tentang kesehatan tetapi meyatakan kebutuhan kesehatan secara menyeluruh adalah kondisi sehat pikiran dan tubuh sehingga keperawatan adalah suatu pelayanan yang komprehensif.
Lingkungan adalah tempat atau komunitas dari keberadaan pasien. Masyarakat termasuk ke dalam perencanaan kesehatan yang optimal di tingkat lokal, propinsi, nasional, dan internasional.


Falsafah keperawatan harus dipahami oleh perawat dalam memberikan asuhan keperawatan. Terjadinya prilaku dan sikap perawat yang tidak mencerminkan falsafah dipengaruhi disebabkan oleh beberapa hal antara lain :
1.tingkat pengetahuan dan pendidikan para perawat yang tidak merata disetiap institusi ataupun wilayah indonesia
2.kurang kuatnya landasan sistem pendidikan keperawatan di indosesia
3.tidak adanya sistem seleksi berdasarkan peminatan sehingga kesadaran perawat kurang.terasah mengenai apa itu falsafah keperawatan sehingga menganggap pekerjaan perawat sebagai pilihan kedua bukan panggilan spiritual dan hati
4.sistem pemerintahan dan organisasi profesi yang kurang jelas dalam pembuatan kebijakan


ditulis oleh : M judha S.Kep Ns ( berdasarkan hasil diskusi kelompok II(B) prog S2 sp med.bedah Mahasiswa Universitas Indonesia )

Nursing Performance In management Job

In the past nurse management jobs or positions have seen nurse managers battle with operational, financial and management issues, which they have not been taught in clinical programs. The Healthcare Performance Institute’s program guarantees success, which will improve these skills and simultaneously advance their patient safety, staff satisfaction and productivity.

Nursing management jobs play a key factor in healthcare. The nurse manager is one of the key role-players in any healthcare organisation. The nursing management job encompasses the overseeing of quality of patient care, staff recruitment as well as staff retention. It may well be said that a nurse manager’s strength is a key issue in the success or failure of nursing leadership.

At the Healthcare Performance Institute we are committed to assisting the nursing management jobs and ensuring that each patient care area is managed with the highest level of quality care, as well as financial success. As a nursing manager it is essential that a balance is obtained between quality and cost, as well as being able to deal with everyday pressure and stress, while at the same time ensuring individual empathy is provided to patients.

The Healthcare Performance’s Institutes program for the development of nursing management jobs can be completed at the nurse manager’s own pace. There is no limit on the time allowed; it is purely up to the nurse manager. The program has been developed into manageable modules.

The enrolment for our program is an essential tool in the development of nursing management jobs, the program is ideal for new and seasoned nurse managers alike, who work in any patient care unit, being medical, surgical, intensive and critical care, labour and delivery as well as in rehabilitative services. It would be also be beneficial should a nurse manager want to accelerate their careers in nursing management jobs.

Various topics are covered by our program, including the challenges faced in a nursing management job, and how best to triumph over these challenges, as well as making the transition from Staff RN to being part of the management team. In addition, our program shows the nurse manager how to boost nursing staff fulfilment, as well as focusing on lessening staff turnaround. It covers techniques which demonstrate how to build strong coalitions with nursing staff and ultimately contributing to a high-performance work environment.

The Healthcare Performance’s Institutes program will provide you with the financial tools, which are essential to your nursing management job that will enable the nurse manager to control costs. A portion of the nursing management job is assisting their organisation to grow and to remain at a financially secure level. The Healthcare Performance’s Institutes program will provide you with the keys to gaining control of supply costs, by providing the nurse manger with uncomplicated tools to keep an eye on costs.

The program realises that while retaining the highest level of quality services, the program will provide the nursing management jobs a holistic approach to unit management, and the ability to make solid decisions where everyone benefits, above all the patient.

wrote by M judha Skep ( Mahsiswa Prog S2 Sp Medikal Bedah )

Rabu, 23 Juli 2008

KANKER SERVIKS

PENGERTIAN
kanker serviks adalah tumor ganas yang tumbuh di dalam leher rahim/seviks (bagian terendah dari rahim yang menempel pada puncak vagina). Kanker serviks biasanya menyerang wanita berusia 35-55 tahun.
90% dari kanker serviks berasal dari sel skuaomosa yang melapisi serviks dan 10% sisanya berasal dari sel kelenjar penghasil lendir pada saluran servikal yang menuju kedalam rahim.

PENYEBAB

Kanker serviks terjadi jika sel-sel serviks menjadi abnormal dan membelah secara tak terkendali.
Penyebab terjadinya kelainan pada sel-sel serviks tidak diketahui secara pasti,tetapi terdapat beberapa factor resiko yang berpengaruh terhadap terjadinya kanker serviks :
HPV (human papillomavirus)
HPV adalah virus penyebab kutil genetalis (kondiloma akuminata) yang ditularkan melalui hubungan seksual. Varian yang sangat berbahaya adalah HPV tipe 16, 18, 45 dan 56.
Merokok
Tembakau merusak system kekebalan dan mempengaruhi kemampuan tubuh untuk melawan infeksi HPV pada serviks.
Hubungan seksual pertama dilakukan pada usia dini.
Berganti-ganti pasangan seksual
Suami atau pasangan seksualnya melakukan hubungan seksual pertama pada usia dibawah 18 tahun,berganti-ganti pasangan dan pernah menikah dengan wanita yang menderita kanker serviks.
Pemakain DES (dietilstilbestrol) pada wanita hamil untuk mencegah keguguran (banyak digunakan pada tahun 1940-1970)
Gangguan system kekebalan
Pemakaian pil KB
Infeksi herpes genetalis atau infeksi klamidia menahun
Golongan ekonomi lemah (karena tidak mampu melakukan pemeriksaan pap smear secara rutin)

GEJALA YANG MUNCUL

Perubahan prekanker pada serviks biasanya tidak meminimalkan gejala dan perubahan ini tidak terdeteksi kecuali jika wanita tersebut menjalani pemeriksaan panggul dan pap smear.
Gejala biasanya baru muncul ketika sel serviks yang abnormal berubah menjadi keganasan dan menyusup ke jaringan disekitarnya. Pada saat ini akan timbul gejala berikut:
Perdarahan vagina yang abnormal, terutama diantara 2 menstruasi, setelah melakukan hubungan seksual dan setelah menopause.
Menstruasi abnormal (lebih lama dan lebih banyak)
Keputihan yang menetap, dengan cairan yang encer,berwarna pink, coklat, mengandung darah atau hitam serta berbau busuk.
Gejala dari kanker serviks stadium lanjut :
Nafsu makan berkurang, penurunan berat badan, kelelahan.
Nyeri panggul punggung dan tungkai.
Dari vagina keluar air kemih atau tinja, patah tulang.

DIAGNOSA
Pap smear
Biopsi. Biopsi dilakukan jika pada pemeriksaan panggul tampak suatu pertumbuhan atau luka pada serviks, atau jika pap smear menunjukkan suatu abnormalitas atau kanker.
Kolposkopi. Pemeriksaan serviks dengan lensa pembesar
Tes Schiller. Serviks diolesi dengan larutan yodium,sel yang sehat warnanya akan berubah menjadi coklat, sedangkan sel yang abnormal warnanya menjadi putih atau kuning.

PENGOBATAN

Pembedahan. Dilakukan pengangkatan sel kanker
Penyinaran. Menggunakan sinar radioaktif yang bisa merusak sel kanker
Kemoterapi. Dengan menggunakan obat-obatan sitostatik
Terapi Biologi. Dengan memperkuat system kekebalan tubuh

PENCEGAHAN
Ada 2 cara untuk mencegah kanker serviks :
Mencegah terjadinya infeksi HPV
Melakukan pemeriksaan Pap semear secara teratur
Anjuran untuk melaksanakan Pap smear secara teratur :
Setiap tahun untuk wanita yang bersuami diatas 35 tahun
Setiap tahun untuk wanita yang berganti-ganti pasangan seksual atau pernah menderita infeksi HPV atau kulit kelamin
Setiap tahun untuk wanita yang memakai pil KB
Setiap 2-3 tahun untuk wanita yang berusia diatas 35 tahun jika 3 kali Pap smear berturut-turut menunjukkan hasil negatif atau untuk wanita yang telah menjalani histerektomi bukan karena kanker
Sesering mungklin jika hasil pap smear menunjukan abnormal
Sesering mungkin setelah penilaian dan pengobatan prekanker maupun kanker serviks.
Untuk mengurangi kemungkinan terjadinya kanker serviks sebaiknya :
Anak perempuan yang berusia dibawah 18 tahun tidak melakukan hubungan seksual.
Jangan melakukan seksual dengan penderita kulit kelamin atau gunakan kondom untuk mencegah penularan kulit kelamin
Jangan berganti-ganti pasangan seksual
Berhenti merokok.
Ditulis oleh suster.nada di 10:15 0 komentar
Label: Penyuluhan
Persiapan persalinan

PENGERTIAN PERSALINAN
Persalinan adalah serangkaian kejadian yang berakhir dengan pengeluaran bayi yang cukup bulan/ hamper cukup bulan,diikuti dengan pengeluaran plasenta dan selaput janin atau bayi.
APA KEGUNAAN MENGETAHUI TANDA-TANDA PERSALINAN ?
Dengan mengetahui tanda-tanda persalinan,diharapkan :
Ibu siap dalam persalinan
Ibu dan keluarga dapat lebih cepat pergi ke penolong (Puskesmas, klinik bersaliln, RS )
Memperkecil kematian ibu dan bayi

TANDA-TANDA PERSALINAN
Terasa nyeri atau mulas pada perut bagian bawah
Nyeri terasa melingkar dari punggung menjalar ke perut bagian bawah,teratur tiap 2-3 menit, jarak makin lama makin pendek dan makin kuat dirasakan serta bertambah bila dibawa jalan.
Keluar lendir bercampur darah
Kadang keluar air ketuban secara tiba-tiba
Adanya perasaan ingin buang air besar yang tidak tertahankan.
APA YANG HARUS DILAKUKAN IBU DAN KELUARGA BILA IBU MENGALAMI TANDA-TANDA PERSALINAN
Yang harus dilakukan adalah :
Beri dukungan moril pada ibu
Bila ketuban belum pecah, ibu masih boleh berjalan-jalan
Beri kompres hangat pada daerah punggung
Ajarkan tehnik relaksasi dengan nafas dalam bila terasa nyeri atau mulas
Dampingi ibu
Segera bawa ke tempat pelayanan kesehatan (puskesmas, klinik bersalin, RS)
Beri dukungan spiritual pada ibu

PERSIAPAN KELUARGA BILA IBU SUDAH PADA AKHIR MASA KEHAMILAN (TRIMESTER KETIGA)
- Persiapan Ibu
- Baju atasan dengan kancing depan dan menyerap keringat
- Celana dalam
- Bra
- Sarung atau kain panjang
- Pembalut
- Gurita ibu
- Persiapan Bayi
- Baju bayi
- Popok
- Gurita
- Selimut
- Pernel
- Sarung tangan dan kaki
- Bedak
- Minyak talon

Rabu, 16 Juli 2008

PENGAKAJIAN KEPERAWATAN

Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data tentang klien, agar dapat mengidentifikasi, mengenali masalah-masalah, kebutuhan kesehatan dan keperawatan klien, baik fisik, mental, sosial dan lingkungan (Effendy, 1995)
Pengkajian yang sistematis dalam keperawatan dibagi dalam empat tahap kegiatan, yang meliputi ; pengumpulan data, analisis data, sistematika data dan penentuan masalah. Adapula yang menambahkannya dengan kegiatan dokumentasi data (meskipun setiap langkah dari proses keperawatan harus selalu didokumentasikan juga).
Pengumpulan dan pengorganisasian data harus menggambarkan dua hal, yaitu : status kesehatan klien dan kekuatan – masalah kesehatan yang dialami oleh klien.

Pengkajian keperawatan data dasar yang komprehensif adalah kumpulan data yang berisikan status kesehatan klien, kemampuan klien untuk mengelola kesehatan dan keperawatannya terhadap dirinya sendiri dan hasil konsultasi dari medis atau profesi kesehatan lainnya.
Data fokus keperawatan adalah data tentang perubahan-perubahan atau respon klien terhadap kesehatan dan masalah kesehatannya, serta hal-hal yang mencakup tindakan yang dilaksanakan kepada klien.

A. PENGUMPULAN DATA

Pengumpulan data adalah pengumpulan informasi tentang klien yang dilakukan secara sistematis untuk menentuan masalah-masalah, serta kebutuhan-kebutuhan keperawatan dan kesehatan klien.
Pengumpulan informasi merupakan tahap awal dalam proses keperawatan. Dari informasi yang terumpul, didapatkan data dasar tentang masalah-masalah yang dihadapi klien.
Selanjutnya data dasar tersebut digunaan untuk menentuan diagnosis keperawatan, merencanakan asuhan keperawatan, serta tindaan keperawatan untuk mengatasi masalah-masalah klien.
Pengumpulan data dimulai sejak klien masuk ke rumah sakit (initial assessment), selama klien dirawat secara terus-menerus (ongoing assessment), serta pengkajian ulang untuk menambah / melengkapi data (re-assessment).


TUJUAN PENGUMPULAN DATA

1. Memperoleh informasi tentang keadaan kesehatan klien
2. Untuk menentukan masalah keperawatan dan kesehatan klien
3. Untuk menilai keadaan kesehatan klien
4. Untuk membuat keputusan yang tepat dalam menentukan langah-langkah beriutnya.

KARAKTERISTIK DATA
1. Lengkap
Seluruh data diperlukan untuk mengidentifikasi masalah keperawatan klien. Data
yang terkumpul harus lengkap guna membantu mengatasi masalah klien yang adekuat.
Misalnya klien tidak mau makan — kaji secara mendalam kenapa klien tidak mau
makan (tidak cocok makanannya, kondisi fisiknya menolak untuk makan/patologis,
atau sebab-sebab yang lain)
2. Akurat dan nyata
Untuk menghindari kesalahan, maka perawat harus berfikir secara akurat dan nyata
untuk membuktikan benar-tidaknya apa yang telah didengar, diliha, diamati dan
diukur melalui pemeriksaan ada tidaknya validasi terhadap semua data yang
sekiranya meragukan. Perawat tidak boleh langsung membuat kesimpulan tentang
suatu kondisi klien. Misalnya, klien tidak mau makan. Perawat tidak boleh
langsung menuliskan : `klien tidak mau makan karena depresi berat`. Diperlukan
penyelidikan lanjutan untuk menetapkan kondisi klien. Dokumentasikan apa adanya
sesuai yang ditemukan pada saat pengkajian.
3. Relevan
Pencatatan data yang komprehensif biasanya memerlukan banyak sekali data yang
harus dikumpulkan, sehingga menyita waktu perawat untuk mengidentifikasi.

INFORMASI YANG DIPERLUKAN
1. Segala sesuatu tentang klien sebagai makhluk bio-psiko-sosial & spiritual
2. Kemampuan dalam mengatasi masalah dalam kehidupan sehari-hari
3. Masalah kesehatan dan keperawatan yang mengganggu kemampuan klien
4. Keadaan sekarang yang berkaitan dengan rencana asuhan keperawatan yang akan
dilakuan terhadap klien

SUMBER DATA

1. Sumber data Primer
Sumber data primer adalah data-data yang dikumpulkan dari klien, yang dapat
memberikan informasi yang lengap tentang masalah kesehatan dan keperawatan yang
dihadapinya.
2. Sumber data Sekunder
Sumber data sekunder adalah data-data yang diumpulkan dari orang terdekat klien
(keluarga), seperti orang tua, saudara, atau pihak lain yang mengerti dan dekat
dengan klien
3. Sumber data lainnya
Catatan klien (perawatan atau rekam medis klien) yang merupakan riwayat penyakit
dan perawatan klien di masa lalu.

Secara umum, sumber data yang dapat digunakan dalam pengumpulan data adalah :
1. Klien sendiri sebagai sumber data utama (primer)
2. Orang terdekat
3. Catatan klien
4. Riwayat penyakit (pemeriksaan fisik dan catatan perkembangan)
5. Konsultasi
6. Hasil pemeriksaan diagnostik
7. Catatan medis dan anggota tim kesehatan lainnya
8. Perawat lain
9. Kepustakaan

JENIS DATA
1. Data Objektif
Merupakan data yang diperoleh melalui suatu pengukuran dan pemeriksaan dengan
menggunakan standart yang diakui (berlaku), seperti : warna kulit, tanda-tanda
vital, tingkat kesadaran, dll. Data-data tersebut diperoleh melalui `senses` :
Sight, smell, hearing, touch dan taste.
2. Data Subjektif
Merupakan data yang diperoleh dari keluhan-keluhan yang disampaikan oleh klien,
misalnya rasa nyeri, pusing, mual, ketakutan, kecemasan, ketidaktahuan, dll.

CARA PENGUMPULAN DATA
Agar data dapat terkumpul dengan baik dan terarah, sebaiknya dilakukan penggolongan atau klasifikasi data berdasarkan indentitas klien, keluhan utama, riwayat kesehatan, keadaan fisik, psikologis, sosial, spiritual, intelegensi, hasil-hasil pemeriksaan dan keadaan khusus lainnya.
Cara yang biasa digunakan untuk mengumpulkan data tentang klien antara lain : wawancara (interview), pengamatan (observasi), pemeriksaan fisik (pshysical assessment) dan studi dokumentasi.

WAWANCARA
Wawancara adalah menanyakan atau membuat tanya-jawab yang berkaitan dengan masalah yang dihadapi oleh klien, biasa juga disebut dengan anamnesa. Wawancara berlangsung untu menanyakan hal-hal yang berhubungan dengan masalah yang dihadapi klien dan merupakan suatu komunikasi yang direncanakan.
Tujuan dari wawancara adalah untuk memperoleh data tentang masalah kesehatan dan masalah keperawatan klien, serta untuk menjalin hubungan antara perawat dengan klien. Selain itu wawancara juga bertujuan untuk membantu klien memperoleh informasi dan berpartisipasi dalam identifikasi masalah dan tujuan keperawatan, serta membantu perawat untuk menentukan investigasi lebih lanjut selama tahap pengajian.
Semua interaksi perawat dengan klien adalah berdasarkan komunikasi. Komunikasi keperawatan adalah suatu proses yang kompleks dan memerlukan kemampuan skill komunikasi dan interaksi. Komunikasi keperawatan biasanya digunaan untuk memperoleh riwayat keperawatan. Istilah komunikasi terapeutik adalah suatu teknik yang berusaha untuk mengajak klien dan keluarga untuk bertuar pikiran dan perasaan. Teknik tersebut mencakup ketrampilan secara verbal maupun non verbal, empati dan rasa kepedulian yang tinggi.
Teknik verbal meliputi pertanyaan terbuka atau tertutup, menggali jawaban dan memvalidasi respon klien. Teknik non verbal meliputi : mendengarkan secara aktif, diam, sentuhan dan konta mata. Mendengarkan secara aktif merupakan suatu hal yang penting dalam pengumpulan data, tetapi juga merupakan sesuatu hal yang sulit dipelajari.

Tahapan wawancara / komunikasi :
1. Persiapan.
Sebelum melaukan komunikasi dengan klien, perawat harus melakukan persiapan dengan membaca status klien. Perawat diharapkan tidak mempunyai prasangka buruk kepada klien, karena akan mengganggu dalam membina hubungan saling percaya dengan klien.
Jika klien belum bersedia untuk berkomunikasi, perawat tidak boleh memaksa atau memberi kesempatan kepada klien kapan mereka sanggup. Pengaturan posisi duduk dan teknik yang akan digunakan dalam wawancara harus disusun sedemikian rupa guna memperlancar wawancara.

2.Pembukaan atau perkenalan
Langkah pertama perawat dalam mengawali wawancara adalah dengan memperkenalkan diri : nama, status, tujuan wawancara, waktu yang diperlukan dan faktor-faktor yang menjadi pokok pembicaraan. Perawat perlu memberikan informasi kepada klien mengenai data yang terkumpul dan akan disimpan dimana, bagaimana menyimpannya dan siapa saja yang boleh mengetahuinya.

3. Isi / tahap kerja
Selama tahap kerja dalam wawancara, perawat memfokuskan arah pembicaraan pada
masalah khusus yang ingin diketahui. Hal-hal yang perlu diperhatikan :
a. Fokus wawancara adalah klien
b. Mendengarkan dengan penuh perhatian. Jelaskan bila perlu.
c. Menanyakan keluhan yang paling dirasakan oleh klien
d. Menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh klien
e. Gunakan pertanyaan terbuka dan tertutup tepat pada waktunya
f. Bila perlu diam, untuk memberikan kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan
perasaannya
g. Sentuhan teraputik, bila diperlukan dan memungkinan.

4. Terminasi
Perawat mempersiapkan untu penutupan wawancara. Untuk itu klien harus mengetahui kapan wawancara dan tujuan dari wawancara pada awal perkenalan, sehingga diharapkan pada akhir wawancara perawat dan klien mampu menilai keberhasilan dan dapat mengambil kesimpulan bersama. Jika diperlukan, perawat perlu membuat perjanjian lagi untuk pertemuan berikutnya.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan wawancara dengan klien adalah :
1. Menerima keberadaan klien sebagaimana adanya
2. Memberikan kesempatan kepada klien untuk menyampaikan keluhan-keluhannya /
pendapatnya secara bebas
3. Dalam melakukan wawancara harus dapat menjamin rasa aman dan nyaman bagi klien
4. Perawat harus bersikap tenang, sopan dan penuh perhatian
5. Menggunakan bahasa yang mudah dimengerti
6. Tidak bersifat menggurui
7. Memperhatikan pesan yang disampaikan
8. Mengurangi hambatan-hambatan
9. Posisi duduk yang sesuai (berhadapan, jarak tepat/sesuai, cara duduk)
10. Menghindari adanya interupsi
11. Mendengarkan penuh dengan perasaan
12. Memberikan kesempatan istirahat kepada klien

Macam wawancara :
1. Auto anamnese : wawancara dengan klien langsung
2. Allo anamnese : wawancara dengan keluarga / orang terdekat.

Hambatan wawancara :
1.Internal :
a. Pandangan atau pendapat yang berbeda
b. Penampilan klien berbeda
c. Klien dalam keadaan cemas, nyeri, atau kondisinya menurun
d. Klien mengatakan bahwa ia tidak ingin mendengar tentang sesuatu hal
e. Klien tidak senang dengan perawat, atau sebaliknya
f. Perawat berpikir tentang sesuatu hal yang lain / tidak fokus ke pasien
g. Perawat sedang merencanakan pertanyaan selanjutnya
h. Perawat merasa terburu-buru
i. Perawat terlalu gelisah atau terburu-buru dalam bertanya

2. External ;
a. Suara lingkungan gaduh : TV, radio, pembicaraan di luar
b. Kurangnya privacy
c. Ruangan tidak memadai untuk dilakukannya wawancara
d. Interupsi atau pertanyaan dari staf perawat yang lain.

Teknik pengumpulan data yang kurang efektif :
1. Pertanyaan tertutup : tidak ada kebebasan dalam mengemukakan pendapat /
keluhan / respon. Ex : Apakah Anda makan tiga kali sehari ?
2. Pertanyaan terarah : secara khas menyebutkan respon yang diinginkan. Ex :
…………….Anda setuju bukan?
3. Menyelidiki : mengajukan pertanyaan yang terus-menerus
4. Menyetujui / tidak menyetujui. Menyebutkan secara tidak langsung bahwa klien
benar atau salah. Ex : Anda tidak bermaksud seperti itu kan?

PENGAMATAN / OBSERVASI

Observasi adalah mengamati perilaku dan keadaan klien untuk memperoleh data tentang masalah kesehatan dan keperawatan klien. Observasi dilakukan dengan menggunakan penglihatan dan alat indra lainnya, melalui rabaan, sentuhan dan pendengaran. Tujuan dari observasi adalah mengumpulkan data tentang masalah yang dihadapi klien melalui kepekaan alat panca indra.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan observasi adalah :
1. Tidak selalu pemeriksaan yang akan kita lakukan dijelaskan secara terinci kepada
klien (meskipun komunikasi terapeutik tetap harus dilakukan), karena terkadang
hal ini dapat meningkatkan kecemasan klien atau mengaburkan data (data yang
diperoleh menjadi tidak murni). Misalnya : `Pak, saya akan menghitung nafas bapak
dalam satu menit` —- kemungkinan besar data yang diperoleh menjadi tidak valid,
karena kemungkinan klien akan berusaha untuk mengatur nafasnya.
2. Menyangkut aspek fisik, mental, sosial dan spiritual klien
3. Hasilnya dicatat dalam catatan keperawatan, sehingga dapat dibaca dan dimengerti
oleh perawat yang lain.

PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik adalah melakukan pemeriksaan fisik klien untuk menentukan masalah kesehatan klien. Pemeriksaan fisik dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya adalah
1.Inspeksi
Adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan cara melihat bagian tubuh yang diperiksa
melalui pengamatan. Hasilnya seperti : Mata kuning (icteric), terdapat struma di
leher, kulit kebiruan (sianosis), dll
2. Palpasi
Adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan melalui perabaan terhadap bagian-bagian
tubuh yang mengalami kelainan. Misalnya adanya tumor, oedema, krepitasi
(patah/retak tulang), dll.
3. Auskultasi
Adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan melalui pendengaran. Biasanya menggunakan
alat yang disebut dengan stetoskop. Hal-hal yang didengarkan adalah : bunyi
jantung, suara nafas, dan bising usus.
4. Perkusi
Adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan mengetuk bagian tubuh menggunakan tangan atau alat bantu seperti reflek hammer untuk mengetahui reflek seseorang (dibicarakan khusus). Juga dilakukan pemeriksaan lain yang berkaitan dengan kesehatan fisik klien. Misalnya : kembung, batas-batas jantung, batas hepar-paru (mengetahui pengembangan paru), dll.

Pendekatan pengkajian fisik dapat menggunakan :
1. Head-to-toe (dari kepala s.d kaki)
2. ROS (Review of System)
3. Pola fungsi kesehatan (Gordon, 1982)

Setelah data terkumpul, dilakukan pengelompokkan data, yang dapat dilakukan dengan cara :
1. Berdasarkan sistem tubuh
2. Berdasarkan kebutuhan dasar (Maslow)
3. Berdasarkan teori keperawatan
4. Berdasarkan pola kesehatan fungsional.

B. ANALISIS DATA
Analisis data merupakan kemampuan kognitif dalam pengembangan daya berfikir dan penalaran yang dipengaruhi oleh latar belakang ilmu dan pengetahuan, pengalaman, dan pengertian keperawatan. Dalam melakukan analisis data, diperlukan kemampuan mengkaitkan data dan menghubungkan data tersebut dengan konsep, teori dan prinsip yang relevan untuk membuat kesimpulan dalam menentukan masalah kesehatan dan keperawatan klien.

Dasar analisis :
1. Anatomi – fisiologi
2. Patofisiologi penyakit
3. Mikrobiologi – parasitologi
4. Farmakologi
5. Ilmu perilaku
6. konsep-konsep (manusia, sehat-sakit, keperawatan, dll)
7. Tindakan dan prosedur keperawatan
8. Teori-teori keperawatan.

Fungsi analisis :
1. Dapat menginterpretasi data keperawatan dan kesehatan, sehingga data yang
diperoleh memiliki makna dan arti dalam menentukan masalah dan kebutuhan klien
2. Sebagai proses pengambilan keputusan dalam menentukan alternatif pemecahan
masalah yang dituangkan dalam rencana asuhan keperawatan, sebelum melakukan
tindakan keperawatan.

Pedoman analisis data :
1. Menyusun kategorisasi data secara sistematis dan logis
2. Identifikasi kesenjangan data
3. Menentukan pola alternatif pemecahan masalah
4. Menerapkan teori, model, kerangka kerja, nrma dan standart, dibandingkan dengan
data senjang
5. Identifikasi kemampuan dan keadaan yang menunjang asuhan keperawatan klien
6. Membuat hubungan sebab akibat antara data dengan masalah yang timbul.

Cara analisis data :
1. Validasi data, teliti kembali data yang telah terkumpul
2. Mengelompokkan data berdasarkan kebutuhan bio-psiko-sosial dan spiritual
3. Membandingkan dengan standart
4. Membuat kesimpulan tantang kesenjangan (masalah keperawatan) yang ditemukan

C. PRIORITAS MASALAH
Apabila masalah talah diidentifikasi, maka disusun daftar masalah yang ditemukan, kemudian diprioritaskan. Hal ini dilakukan karena tidak mungkin semua masalah diatasi bersama-sama sekaligus. Jadi diputuskan masalah mana yang yang dapat diatasi terlebih dahulu.
Dalam memprioritaskan kebutuhan klien, hirarki Maslow menjadi rujukan perawat dalam menentukan pemenuhan kebutuhan klien. Kebutuhan fisiologi menjadi kebutuhan utama manusia, kemudian diikuti oleh kebutuhan-kebutuhan psikososial seperti : aman-nyaman, pengetahuan, cinta-memiliki, harga diri dan aktualisasi diri.

HAL-HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN DALAM PENGKAJIAN
1. Data yang dikumpulkan harus menyeluruh meliputi aspek bio-psiko-sosial dan
spiritual
2. Menggunakan berbagai sumber yang ada relevansinya dengan masalah klien dan
menggunakan cara-cara pengumpulan data yang sesuai dengan kebutuhan klien
3. Dilakukan secara sistematis dan terus-menerus
4. Dicatat dalam catatan keperawatan secara sistematis dan terus-menerus
5. Dikelompokkan menurut kebutuhan bio-psiko-sosial dan spiritual
6. Dianalisis dengan dukungan pengetahuan yang relevan.

DOKUMENTASI PENGKAJIAN
Fokus dokumentasi pengkajian pada data klinik adalah perawat dapat mengimplementasikan dan mengorganisasi data. Bentuk dokumentasi dapat berupa data dasar, lembar alur (flow sheet) dan catatan perkembangan, yang semuanya termasuk tipe pengkajian informasi. Untuk mencapai catatan pengkajian secara aktual, maka perlu dipertimbangkan pedoman dalam pembuatan pencatatan pengkajian, diantaranya :
1. Gunakan format yang terorganisasi
2. Gunakan format yang telah ada
3. Format yang mencakup pengkajian perkembangan, pemeriksaan dari kepala sampai
dengan seluruh tubuh dapat memperluas informasi
4. Catat informasi tanpa bias dan nilai-nilai opini pribadi
5. Masukkan pernyataan yang mendukung klien
6. Jabarkan observasi dan hasil yang jelas
7. Ikuti kebijakan dan prosedur yang telah ada untuk pencatatan pengkajian
8. Tulis data secara ringkas
9. Setiap data yang dikumpulkan adalah data baru dan mendapatkan validasi
10. Dilakukan secara sistematis dan terus-menerus
11. Data harus dicatat, dapat dibaca dan dimengerti oleh orang lain
12. Data dikelompokkan dalam bio-psiko-sosio-spiritual, sesuaikan formatnya
13. Data dianalisis dengan dukungan pengetahuan yang relecan dan sesuai
14. Menuliskan identitas waktu
15. Menulis nama dan tanda tangan pelaksana pengkajian.

Lampiran.
1. Bagaimana cara mendapatkan data yang baik ?
a. Jaga kerahasiaan
b. Sebutkan nama
c. Jelaskan tujuan wawancara
d. Jaga kontak mata
e. Usahakan tidak tergesa-gesa

2. Bagaimana cara mengobservasi ?
a. Pergunakan panca indera
b. Tunjukkan penampilan yang baik
c. Tunjukkan sikap yang baik
d. Jaga pola interaksi yang baik

3. Bagaimana cara bertanya yang baik ?
a. Tanyakan pertama kali mengenai masalah yang paling dirasakan klien
b. Pergunakan istilah yang dimengerti oleh klien
c. Pergunakan lebih banyak pertanyaan terbuka
d. Pergunakan refleksi (mengulang kembali apa yang dikatakan oleh klien)
e. Jangan memulai pertanyaan pribadi
f. Tanyakan sesuatu yang penting dan tidak menyinggung
g. Pergunakan format pengkajian yang teorganisir dan disepakati oleh instansi

4. Bagaimana cara menjadi pendengar yang baik?
a. Jadilah pendengar yang aktif
b. Beri kesempatan kepada klien untuk menyelesaikan pembicaraannya
c. Bersabarlah jika klien `blocking`
d. Berikan perhatian yang penuh
e. Klarifikasi, ulang apa yang telah dikatakan dan simpulkan.

MODEL KEPERAWATAN DALAM PENGKAJIAN / PENGUMPULAN DATA GORDON (1982) : Pola Kesehatan Fungsional
1. Pola penatalaksanaan kesehatan / persepsi sehat
a. Pola sehat – sejahtera yang dirasakan
b. Pengetahuan tentang gaya hidup dan berhubungan dengan sehat
c. Pengetahuan tentang praktik kesehatan preventif
d. Ketaatan pada ketentuan media dan keperawatan

2. Pola nutrisi – metabolik
a. pola makan biasa dan masukan cairan
b. Tipe makanan dan cairan
c. Peningkatan / penurunan berat badan
d. Nafsu makan, pilihan makanan

3. Pola eliminasi
a. Defekasi, berkemih
b. Penggunaan alat bantu
c. Penggunaan obat-obatan

4. Pola aktivitas – latihan
a. Pola aktivitas, latihan dan rekreasi
b. Kemampuan untuk mengusahakan aktivitas sehari-hari (merawat diri, bekerja, dll)

5. Pola tidur dan istirahat
a. Pola tidur – istirahat dalam 24 jam
b. Kualitas dan kuantitas tidur

6. Pola kognitif – perseptual – keadekuatan alat sensori
a. Penglihatan, perasa, pembau
b. Kemampuan bahasa, belajar, ingatan dan pembuatan keputusan

7. Pola persepsi-konsep diri
a. Sikap klien mengenai dirinya
b. Persepsi klien tentang kemampuannya
c. Pola emosional
d. Citra diri, identitas diri, ideal diri, harga diri dan peran diri

8. Pola peran dan tanggung jawab
a. Persepsi klien tantang pola hubungan
b. Persepsi klien tentang peran dan tanggung jawab

9. Pola seksual – reproduksi
a. Kepuasan dan ketidakpuasan yang dirasakan klien terhadap seksualitasnya
b. Tahap dan pola reproduksi

10. Pola koping dan toleransi stress
a. Kemampuan mengendalian stress
b. Sumber pendukung

11.Pola nilai dan keyakinan
a. Nilai, tujuan dan keyakinan
b. Spiritual
c. Konflik

MODEL ROY`s (1984) : Model adaptasi :
1. Kebutuhan fisiologik
a. Aktivitas dan istirahat
b. Nutrisi
c. Eliminasi
d. Cairan dan elektrolit
e. Oksigen
f. Proteksi
g. Pengaturan suhu
h. Pengaturan sistem endokrin

2. Konsep diri
3. Fungsi peran
4. Interdependent

MODEL OREM (1985) : Self-care / kemandirian klien dalam merawat dirinya sendiri :
1. Pemenuhan kebutuhan oksigen
2. Pemenuhan kebutuhan cairan
3. Pemenuhan kebutuhan nutrisi
4. Pemenuhan kebutuhan eliminasi
5. Keseimbangan aktivitas dan istirahat
6. Sosial
7. Pencegahan
8. Promosi

DOENGOES (1993) :
1. Aktivitas / istirahat
2. Sirkulasi
3. Integritas ego
4. Eliminasi
5. Makanan dan cairan
6. Hygiene
7. Neurosensori
8. Nyeri / ketidaknyamanan
9. Pernafasan
10. Keamanan
11. Seksualitas
12. Interaksi sosial
13. Penyuluhan / pembelajaran

FITZ PATRICK (1991) : Pola respon manusia :
1. Memilih : memilih di antara alternatif-alternatif
2. Berkomunikasi : verbal – non verbal
3. Bertukaran : memberikan, melepaskan, dan kehilangan sesuatu
4. Merasakan : pengalaman, kesadaran, sensasi, pemahaman atau pengertian
secara sadar / emosional
5. Mengetahui : mengenal – memahami
6. Bergerak : mengubah posisi, desakan untuk bertindak / melakukan sesuatu
7. Mempersepsikan : memahami dengan pikiran, sadar tentang indera / rangsangan
eksternal
8. Berhubungan : menjalin hubungan, membangun hubungan, berada dalam beberapa
asosiasi dengan benda, orang atau tempat
Menilai : perhatian, mengenal, peduli, berharga, berguna